Represi di Kampus Terus Berulang

Koran Tempo   Kamis, 8 Juli 2021

img

Represi di kampus terus berulang jakarta – represi terhadap suara kritis kampus tak kunjung berhenti. Kali ini, tekanan menerpa pengurus badan eksekutif mahasiswa (bem) universitas negeri semarang (unnes). Akun media sosial milik bem kampus ini juga diretas. Pola ini mirip dengan represi yang dialami pengurus bem universitas indonesia pada pekan terakhir juni lalu.

Presiden bem keluarga mahasiswa unnes, wahyu suryono pratama, menceritakan represi ini bermula ketika organisasinya mempublikasikan poster digital yang memuat kritik terhadap wakil presiden ma'ruf amin dan ketua dewan perwakilan rakyat puan maharani. Poster kritik ini diunggah melalui akun media sosial instagram milik bem unnes pada rabu lalu. Mahasiswa menjuluki wakil presiden sebagai "the king of silent" karena dianggap kerap absen dalam ruang publik di tengah krisis pandemi covid-19. Bem unnes juga menyebut puan maharani sebagai "the queen of ghosting" karena dinilai sering memberi harapan palsu kepada rakyat.

Metode kritik ini meneruskan gerakan bem universitas indonesia sebelumnya yang menyebut presiden joko widodo sebagai "the king of lip service" lantaran kerap membual. Unggahan ini membuat pejabat rektorat unnes berang dan meminta poster kritik itu dihapus dari akun instagram milik bem. "rektor unnes fathur rokhman melalui chat personal whatsapp meminta untuk menurunkan posting -an tersebut karena dirasa bernuansa penghinaan dan pelecehan agama," kata wahyu, kemarin. Wahyu mengatakan upaya membungkam kebebasan berpendapat ini diawali pesan pendek yang dikirim oleh koordinator kemahasiswaan unnes, wirawan sambodo, ke akun whatsapp wahyu pada pukul 10.01 wib, dua hari lalu.

Wirawan mengirim pesan bahwa kritik yang disampaikan oleh bem unnes mengakomodasi kepentingan partai politik oposisi. Ketua dpr ri puan maharani di kompleks gedung mpr/dpr/dpd, senayan, jakarta, 18 februari 2020. Tempo/m taufan rengganis "kalau bisa, bem km tidak dijadikan kendaraan parpol atau oposisi. Pikirkan masa depan mhs (mahasiswa) unnes untuk hidup di masyarakat.

Mohon siang ini ketemu saya. Jangan sampai berhadapan massa pdip. Mohon ditarik dulu (unggahan)," demikian isi pesan wirawan kepada wahyu, yang diteruskan ke tempo , kemarin. Tak lama berselang, pada pukul 10.29 wib, menyusul kiriman pesan dari pembina bem km unnes 2021, rusyanto.

Teks dari rusyanto senada dengan kiriman wirawan. "mas wahyu, sebaiknya dalam berekspresi tidak usah ikut-ikut kampus lain, njih (ya). Hati-hati mas wahyu, jejak digital tidak akan hilang, mohon dipikirkan, njih (ya), dengan tim," tulis dia. Sepuluh menit kemudian rektor universitas negeri semarang fathur rokhman ikut menekan wahyu melalui pesan whatsapp.

Fathur meminta agar wahyu selaku presiden bem keluarga mahasiswa unnes menurunkan unggahan poster kritik itu. Fathur menganggap unggahan itu merupakan bagian dari penghinaan dan pelecehan agama. "mas mohon dipertimbangkan matang-matang dengan nuranimu. Unggahan ini bernuansa penghinaan dan pelecehan agama.

Sebagai rektor, saya minta ketua bem unnes untuk menurunkannya. Mohon unggahan yang edukatif." represi ini diikuti dengan pengambilalihan akun instagram milik bem unnes. Pihak rektorat menonaktifkan akun itu. Rektorat juga menghapus seluruh unggahan mahasiswa.

Menurut wahyu, tindakan rektorat sebagai represi dan penghinaan terhadap intelektual dunia pendidikan. "tindakan itu juga semakin meligitimasi bahwa kampus sudah sangat tidak demokratis,” kata wahyu. Rektor unnes fathur rokhman menyatakan ia memang meminta pengurus bem unnes mencabut publikasi itu. Ia menganggap unggahan tentang ma'ruf amin dan puan maharani kurang positif dan tidak relevan dengan nilai kesantunan.

"unggahan yang mengandung nuansa kurang positif dan kurang relevan dengan nilai kesantunan dan semangat keilmuan, apalagi pada masa pandemi ini. Sebaiknya diturunkan," kata fathur kepada tempo. Menurut dia, unggahan mahasiswa itu sebaiknya diganti dengan hal yang lebih bernuansa positif, damai, dan menginspirasi orang lain untuk berbuat baik. Ia juga beralasan bahwa ekspresi kritis mahasiswa dalam negara demokrasi seperti indonesia harus disampaikan secara santun.

Menurut fathur, penyampaian kritik secara santun merupakan literasi yang penting diajarkan kepada mahasiswa. Fathur juga menganggap unggahan bem unnes tentang ma'ruf amin dan puan mengandung berbagai tafsir. Dengan demikian, kata dia, berpotensi mengandung penghinaan dan penistaan agama. Fathur mengklaim hal ini sesuai dengan hasil analisis tim siber kampus.

Karena alasan itu, fathur menyatakan akan memberikan pembinaan kepada bem unnes. "untuk pembinaan kelembagaan mahasiswa, seperti bem dan ukm (unit kegiatan mahasiswa), sudah kami tugasi wakil rektor bidang kemahasiswaan," tuturnya. Rektor universitas negeri semarang fathur rokhman. Unnes.ac.id dewan penasihat kaukus indonesia untuk kebebasan akademik (kika), herlambang wiratraman, menilai rektorat unnes terlampau eksesif dan represif dalam merespons kritik mahasiswa.

Menurut dia, pihak kampus melakukan tindakan represi tanpa memahami substansi hukum. "pihak manajemen kampus seperti tidak memahami apa itu pasal-pasal di uu ite (undang-undang informasi dan transaksi elektronik). Apa betul itu penghinaan?” kata herlambang. Menurut herlambang, kritik terhadap posisi wakil presiden dan ketua dpr merupakan hal lumrah dalam negara demokrasi.

Justru reaksi kampus yang berlebihan menambah rentetan panjang pengulangan peristiwa pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi di kampus. Dia juga mendapat aduan dari banyak pihak berkaitan dengan cara-cara represi unnes yang kerap mengancam akan melakukan pemidanaan maupun tekanan di lingkup internal kampus. Ketua yayasan lembaga bantuan hukum indonesia (ylbhi), asfinawati, menyatakan represi yang dialami bem unnes persis dengan represi terhadap bem universitas indonesia. Menurut dia, tekanan yang menimpa bem unnes menunjukkan bahwa represi yang dilakukan kampus terhadap kritik mahasiswa terjadi kian masif.

"ini hasil yang diharapkan pemerintah dengan mempunyai suara 35 persen untuk pemilihan rektor, sehingga mereka bisa mengintervensi kampus," ucap dia. Menurut asfinawati, upaya pemberangusan terhadap kebebasan berpendapat di kampus kian masif dalam beberapa tahun terakhir. Laporan ylbhi menunjukkan sedikitnya 6.128 orang pada 2019 telah menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia ketika menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk di kampus. Ia juga mengatakan pemerintah memberangus kebebasan berpendapat ketika masyarakat menyuarakan kritik terhadap o mnibus l aw rancangan undang-undang cipta kerja pada tahun lalu.


Baca Juga

0  Komentar