Suku Bunga Naik Inflasi Turun, tapi Awas Ekonomi Melambat!

Cnbcindonesia-market   Kamis, 12 Mei 2022

img

Suku bunga naik inflasi turun, tapi awas ekonomi melambat! jakarta, cnbc indonesia - inflasi tinggi menjadi masalah baru bagi perekonomian dunia. Asal muasalnya yakni pandemi penyakit akibat virus corona (covid-19) yang membuat perekonomian global lumpuh. Bank sentral di berbagai negara pun menerapkan kebijakan moneter ultra longgar dengan menurunkan suku bunga serta melakukan program pembelian aset ( quantitative easing /qe) guna menyelamatkan perekonomian. Kebijakan tersebut sukses, banjir likuiditas di perekonomian membuat negara-negara yang mengalami resesi mampu segera bangkit.

Dengan suku bunga rendah, perusahaan menjadi lebih ekspansif, begitu juga dengan rumah tangga yang konsumsinya meningkat, demand menjadi melesat. Sayangnya, kenaikan tajam dari sisi demand tidak mampu diimbangi dengan supply , belum lagi adanya masalah rantai pasokan yang membuat supply makin tersendat. Demand yang lebih tinggi dari supply akhirnya memicu kenaikan harga, 'tsunami' inflasi pun menghantam. Inflasi berdasarkan consumer price index (cpi) di amerika serikat (as) misalnya mencapai 8,3% year-on-year (yoy) di bulan april.

Kenaikan harga-harga tersebut sedikit melandai dari bulan sebelumnya 8,5% (yoy) yang merupakan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Tingginya inflasi tersebut membuat bank sentral as (the fed) sangat agresif dalam menormalisasi kebijakan moneternya. Program qe dihentikan dalam tempo 5 bulan saja dan langsung menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 5% maret lalu. Di bulan ini the fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%.

Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir. Tidak sampai di situ, ketua the fed jerome powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan. "kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata powell saat konferensi pers kamis (5/5/2022).

Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di as akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat fedwatch milik cme group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi. Kenaikan suku bunga yang sangat agresif tersebut diharapkan bisa menurunkan inflasi hingga kembali ke target the fed rata-rata 2%. Suku bunga merupakan salah satu instrumen yang paling ampuh dalam meredam inflasi.

Saat bank sentral menaikkan suku bunga acuan, maka suku bunga antar bank akan mengalami kenaikan. Biaya yang dikeluarkan bank menjadi lebih besar, hal ini akan diteruskan ke debitur. Artinya suku bunga kredit, baik kredit modal kerja, kredit investasi hingga kredit konsumsi akan mengalami peningkatan. Selain itu, likuiditas akan mengetat, sehingga bank biasanya akan menaikkan suku bunga simpanan guna meningkatkan dana pihak ketiga (dpk).

Kenaikan suku bunga simpanan tersebut akan menyerap lebih banyak uang yang beredar. Dalam teori ekonomi, jumlah uang beredar akan mempengaruhi inflasi. Semakin banyak uang yang beredar maka inflasi semakin tinggi. Sebaliknya, ketika jumlah uang yang beredar mengalami penurunan maka inflasi juga akan turun.

Kemudian suku bunga kredit yang lebih tinggi membuat ekspansi dunia usaha hingga tingkat konsumsi akan menurun. Artinya demand akan mengalami penurunan. Misalnya, ketika suku bunga kredit pemilikan rumah (kpr) mengalami kenaikan maka permintaan tentunya akan menurun. Saat permintaan rumah mengalami penurunan sementara supply masih tetap, maka harga properti akan mengalami penurunan, artinya inflasi akan melandai.


Baca Juga

0  Komentar