Antara Kuta Dompu dan Kuta Parado Bima

Kompasiana - latest   Senin, 31 Mei 2021

img

Antara kuta dompu dan kuta parado bima entah sejak kapan migrasi orang kuta parado kabupaten bima ke dusun kuta di selatan kabupaten dompu, hingga kini belumlah ada kesepakatan tahun yang jelas dari tetua kampung. Sementara generasi pertama mulai menua dan tidak sedikit sudah berpulang ke ilahi robbi. Diperlukan intervew yang mendalam dan kajian ilmiah yang masif agar mendapatkan jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi yang pasti, bahwa sebagian besar penduduk yang mendiami wilayah dompu selatan tepatnya di kecamatan hu'u termasuk di dusun kuta adalah masyarakat yang berasal dari kabupaten bima.

Dokpri. Di depan tempo dulue dokpri banyak faktor yang mendorong masyarakat kuta parado dan orang bima pada umumnya memilih pindah ke kabupaten dompu-ntb. Dalam sejarah, tercatat migrasi masyarakat bima pasca meletusnya gunung tambora 1815 dimana letusan yang disinyalir merubah arah sejarah dunia ini memakan korban ratusan jiwa di masa itu. Mereka mendiami berbagai wilayah yang ada di kabupaten dompu, ada yang membuka lahan baru tapi ada pula yang memilih tinggal di wilayah pesisir teluk cempi dan teluk saleh.

Sehingga tidak sedikit nama-nama kampung di kabupaten dompu, diambil dari nama kampung masyarakat yang melakukan perpindahan dari kabupaten bima ini. Misalnya, dusun kuta, dusun lanta, kampo ntonggu, desa jala dan beberapa desa serta kelurahan yang terdapat di dompu merupakan padanan nama dari kampung yang ada di kabupaten bima. Dokpri. Di acara pernikahan dokpri.

Dok. Di acara pernikahan dokpri. Anak muda dusun kuta di kuta parado bima termasuk dalam hal ini dusun kuta yang masyarakatnya mayoritas di diami oleh orang-orang yang berasal kuta parado kabupaten bima. Namun yang menggembirakan adalah masyarakat yang punya pertalian darah yang kuat ini masih merawat hubungan kekeluargaannya.

Masih terjaga walaupun sudah sekian generasi berganti. Walau berbeda kabupaten dan jarak, jaringan kekerabatan masih diawetkan dengan pertalian ikatan pernikahan antara masyarakatnya. Bahkan beberapa keluarga dekat menjodohkan anak-anaknya demi menyambung pertalian jaringan kekeluargaan. Sehingga lewat acara pernikahan, masyarakat di kedua wilayah ini kemudian kembali bertemu.

Melepas rindu. Mengawetkan kekerabatan. Bahkan menukar oleh-oleh sebagai tanda perjumpaan dan perpisahan. Umumnya dari masyarakat dusun kuta membawa ikan kering, udang dan hasil-hasil laut.

Sementara keluarga dari desa kuta parado, memberikan hasil kebun dan hutan berupa kelapa, madu, kemiri, dan jeruk. Sebagaimana hari ini, minggu 30 mei 2021 dimana masyarakat dusun kuta dan sekitarnya melakukan perjalanan untuk menghadiri pernikahan yang digelar di desa kuta parado bima. Pengantin laki dari dusun kuta, sementara perempuannya berdomisili di desa kuta parado bima. Bahkan keduanya disinyalir memiliki hubungan kekeluargaan yang begitu dekat.

Walaupun di gelar pada masa covid 19, resepsi pernikahan tetap berjalan khidmat dengan mematuhi protokol kesehatan. Dokpri. Di dam pelaparado bima. Dokpri.

Jalan di dam pelaparado bima dokpri. Dam pelaparado bima dokpri. Lewat momen ini, kembali kedua masyarakat yang berlainan tempat tinggal ini kembali bersua. Tidak sedikit anak-anak muda datang berbondong-bondong dengan menggunakan sepeda motor.

Selama di desa kuta parado bima mereka menyambangi keluarganya. Baik keturunan dari pihak ibu juga bapaknya. Ada rindu dilepaskan ke langit biru kala bersua. Ada getaran masa lalu yang kembali mekar yang selalu diuraikan saat berjumpa.

Pelukan hangat, tertawa lepas adalah sedikit cara yang terlihat saat-saat berkumpul kembali dengan keluarga besar. Air mata bahkan menjadi saksi atas satu momen ketika salah satu anggota keluarga diulas kembali walau sudah menghadap kepangkuan ilahi robbi. Sejenak terdiam. Air mata menggelinding jatuh membasahi pipi.

Kehidupan berjalan penuh misteri. Konten terkait antara bangga dan nyata banjir bandang merenggut "senyum" warga bima dompu antara rona dan bara antara kurma dan puasa antara hati dan ketiganya antara cinta dan gengsi sebelum banyak kendaraan seperti sekarang ini, masyarakat biasanya memilih menempuh perjalanan puluhan kilo meter dengan melewati hutan dan naik turun gunung yang memisahkan ke dua wilayah. Orang tua biasanya menjadi penunjuk arah jalan. Berjalan kaki di nilai paling cepat jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan.

Bahkan sensasinya sangat berbeda. Dimana dalam perjalanan, di beberapa anak sungai dan mata air akan digelar makan bersama sebelum melanjutkan perjalanan. Dokpri. Jalan di dam pelaparado bima dokpri.

Itu dulu. Tapi sekarang setelah kendaraan roda mulai banjir digunakan. Maka masyarakat lebih memilih berkendara karena mungkin di nilai lebih praktis. Dan ini merupakan momen yang langka, karena pernikahan antar keluarga di dua wilayah ini tidak sering terjadi setiap tahunnya.

Dari sekian menghadiri acara pernikahan di desa kuta parado bima, yang saya mengamati, ada beberapa perubahan yang mencolok. Bahkan ada pula yang hampir tidak mengalami perubahan sama sekali. Menurut hemat saya, perubahan yang paling terasa kedatangan saya kali ini adalah mengenai cuaca. Desa kuta yang biasanya sejuk dan adem, kini sudah mulai terasa 'panas'.

Ketika hutan masih terjaga, pohon-pohon rindang menghiasi gunung di belakang kampung, dan membuat sulit kulit bersahabat dengan dinginnya air kala pagi menyapa. Dan bahkan dinginnya desa ini menjadi buah bibir di kalangan banyak orang di dusun kuta. Kami biasanya hanya mencuci muka jika pagi menyambut. Tapi sekali lagi itu dulu.

Sekarang, karena tergiur hasil jagung yang menjanjikan, membuat masyarakat terdorong menanam jagung. Korbannya jelas. Hutan. Ya hutan di gunung dibabat habis dan sudah jadikan lahan jagung.


Baca Juga

0  Komentar