Defisit, Obat Generik Atasi Resesi

Investor   Minggu, 18 April 2021

img

Defisit, obat generik atasi resesi dengan fondasi kapitalisme klasik yang meminimkan peran pemerintah dan memberi ruang lebih ke swasta, amerika serikat menjadi raksasa ekonomi sejak awal abad-19. Sejumlah sektor ekonomi berkembang pesat, dari mulaipertanian, pertambangan, baja, hingga barang konsumsi yang ditopang oleh sektor perbankan. Namun, kejayaan ekonomi amerika serikat seketika luluh lantah oleh peristiwa jebloknya nilai saham pada kamis 24 oktober 1929, yang dikenal dengan kamis hitam atau black thursday. Runtuhnya pasar saham bagaikan kiamat bagi perekonomian pa man sam.

Tingkat pengangguran melesat dari 3,2% pada tahun 1929 menjadi 25% pada tahun 1930. Pertumbuhan jeblok menjadi -8,5% pada tahun 1930, kemudian mencapai titik nadir -12,9% pada tahun 1932. Saat itu, keluarga di amerika banyak yang kehilangan rumah, kelaparan di mana-mana, dan utang pun melonjak yang membuat tingkat bunuh diri juga meningkat. Krisis yang dinamakan “great depression” ini menyebar ke seluruh dunia.

Masa itu di ta nah air dikenal dengan nama zaman malaise. Ketika ekonomi dunia menyusut, muncullah ekonom dari ing gris, john maynard keynes. Keynes selalu melihat masalah perekonomian dari permintaan efektif ( effective demand ) atau total uang yang dibelanjakan dalam suatu perekonomian ditambah eks pektasi mengenai kondisi per eko nomian di masa mendatang. Ekspektasi tentang kondisi perekonomian diwujudkan dalam bentuk investasi swasta.

Saat resesi, lemahnya konsumsi membuat swas ta tidak bergairah dalam berinvestasi. Lesunya aktivitas ekonomi lantar an lemahnya permintaan menye babkan suatu negara masuk jurang resesi. Oleh sebab itu, resep keynes untuk memulihkan ekonomi adalah dengan menggenjot permintaan. Jargon ekonomi klasik yang meminimalisasi peran pemerintah dan menitikberatkan sisi penawaran ( supply ) didobrak oleh keynes.

Justru di saat ekonomi lesu, menurut keynes, pemerintah harus lebih berperan untuk menggenjot permintaan. Keynes mendorong pemerintah meningkatkan pengeluaran un tuk menyuntikkan dana lebih banyak ke perekonomian saat resesi. Sejumlah proyek pemba ngunan di gunakan untuk menyerap tenaga kerja yang dapat mening katkan pendapatan, kemudian da pat meng gerakkan konsumsi ma syara kat. Inilah titik krusial nya, ketika kon sumsi meningkat, de ngan sen dirinya produsen akan tergerak untuk meningkatkan pro duksi dan investasi.

Konsumsi menjadi peng gerak awal roda ekonomi saat sedang resesi. Dengan konsumsi yang tumbuh akan meng gairahkan berbagai sektor di perekonomian. Namun, resep keynes ini berlaku ha nya untuk jangka pendek ( short-run ). Intervensi negara dalam perekonomian didukung teori unbalance growth oleh sejumlah ekonom yang dipelopori oleh albert hirschman (1958).

Hirschman memberi solusi atas pembangunan ekonomidi negara-negara berkembang yang minim modal. Sebagai antithesis teori big push , hirschman men dorong inter vensi negara un tuk berinvestasi tidak di semua sektor namun hanya di sektor yang strategis. Jika pemerintah sudah investasi di sektor strategis dengan sendirinya akan menstimulus investasi swasta. Praktiknya, ada hubungan komplementer antara investasi pemerintah dan investasi swasta.

Investasi pemerintah akan menstimulus investasi swasta, begitu juga sebaliknya. Proyek pemerintah akan menggerakkan pemasok lokal untuk menyediakan input, sementara proyek pemerintah sebagai input akan mendorong produksi oleh swasta. Bukti empiris resep dari keynes diadopsi oleh banyak negara. Jika perekonomian sedang lesu maka peran peme rintah lebih banyak untuk menggerakkan perekonomian.

Strategi ini membutuhkan sumberdaya lebih besar di anggaran pemerintah yang membuat pemerintah menetapkan defisit. Defisit dalam konteks ini adalah pengeluaran le bih banyak ketimbang penerimaan di anggaran pemerintah atau biasa disebut “defisit fiskal”. Praktiknya, jika terjadi resesi ekonomi maka pemerintah mengambil ke bi jakan atau menambah jumlah defisit fiskal untuk memulihkan perekonomian. Defisit seperti obat generic yang dikonsumsi ma sif oleh banyak negara untuk me ngatasi resesi ekonomi.

Dampak defisit fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi yang diuji secara statistik menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian nayab (2015) menunjukkan ada hubungan yang signifikan dan positif antara defsit fiskal dengan pertumbuhan ekonomi pakistan pada 1976 hingga 2007. Jika defisit fiskal bertambah maka pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Dari wilayah afrika, edame dan okoi (2015) membagi penelitiannya di nigeria menjadi dua yaitu selama rezim militer (1985-1998) dan periode demokrasi (1999-2013).

Hasil penelitian mereka berdua menunjukkan defisit fiskal mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi hanya pada saat rezim militer. Hubungan negatif antara defisit fiskal dengan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh peneliti lain. Penelitian mohanty (2012) di india selama periode 1970-2012 membuktikan bahwa peningkatan defisit fiskal justru berdampak negatif ke pertumbuhan ekonomi. Jika defisit dinaikkan malah menurunkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Tidak jauh berbeda, penelitian tung (2018) di vietnam dengan data dari kuartal-i 2003 hingga kuartal-iv 2016 menunjukkan peningkatan defisit akan menurunkan pertumbuhan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Defisit apbn berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, batas maksimum defisit apbn hanya 3% dari produk domesik bruto (pdb). Angka pro porsi defisit terhadap pdb me rupakan bagian dari integritas fiskal suatu negara. Jika defisit semakin kecil menunjukkan pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.

Memang sejak tahun 2003, defisit apbn terhadap pdb selalu di bawah 2%. Bahkan, di tahun 2008 hanya 0,1% dari pdb atau sekitar rp 4,2 triliun. Defisit membengkak pada tahun 2009 menjadi 2,5% dari pdb atau sekitar rp 96 triliun. Saat itu, kebijakan counter-cyclical diperlukan untuk mengurangi dampak krisis keuangan dari amerika.

Akibat krisis tersebut banyak negara yang masuk jurang resesi, terutama di kawasan eropa pada tahun 2009. Ekonomi nasional menunjukkan resiliensinya dengan angka pertumbuhan masih positif, sekitar 4,6% pada tahun 2009. Kontraksi ekonomi di tiongkok pada tahun 2014 membuat defisit apbn terhadap pdb kembali membengkak. Pada tahun 2014, defisit di kisaran 2,25%, kemudian melonjak menjadi 2,59% pada tahun selanjutnya.

Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi indonesia sudah rebound dari 4,8% pada tahun sebelumnya menjadi 5,03%. Pemulihan ekonomi yang menunjukkan sinyal positif membuat pemerintah mampu menekan defisit apbn. Dari tahun 2016 hingga 2019 ratarata defisit apbn sekitar 2,16% dari gdp (www.kemenkeu.go.id). Defisit apbn menjadi stabilisator perekonomian.

Jika perekonomian sedang bergairah, defisit bisa diturunkan namun jika sedang lesu, defisit dinaikkan untuk menstimulus roda perekonomian. Idealnya seperti itu. Namun, ke nya taannya di banyak negara po litisi selalu ingin meningkatkan defisit agar terkesan populis di mata rakyat, apalagi jika menjelang pemilu. Para incumbent tentu saja ingin memperpanjang kekuasa an mereka.

Meski persentase ter hadap pdb bisa diturunkan na mun tetap saja jumlah defisit bisa dinaikkan untuk sejumlah ‘bantuan sosial’ yang bisa memikat hati rakyat. Utang dan inflasi pada awal tahun 2020, sebenar nya pemerintah cukup optimistis untuk menurunkan persentase defisit terhadap pdb dari 1,84% tahun 2019 menjadi 1,76% pada tahun 2020. Namun, pandemi covid-19 membuat defisit membengkak menjadi 6,34%. Peningkatan proporsi defisit fiskal terhadap pdb di alami banyak negara selama pan demi, seperti vietnam dari 3,29% menjadi 6,02%, india dari 4,6% menjadi 9,5%, jepang dari 2,8% menjadi 14,2%, dan amerika dari 4,6% menjadi 16%.

Pada tahun 2021 ini, pemerintah menetapkan defisit apbn 5,7% dari pdb atau sebesar rp 1.006,4 triliun. Oleh sebab itu, kini pemerintah sedang mengkaji revisi uu yang membolehkan pemerintah melebihi batas maksi mum defisit dalam tiga tahun fiskal beruntun. Pada saat resesi pendapatan dari pajak menurun, dan untuk membiayai defisit biasanya dari utang baik dari dalam maupun luar negeri. Selama tahun 2020, utang pemerintah sebesar rp 1.226,8 triliun, melonjak sekitar 180,4% pada periode yang sama tahun lalu.

Selama tahun 2020, banyak negara menarik utang untuk melawan dampak pandemi. Menurut data bloomberg, utang dunia meningkat us$ 19,5 triliun selama pandemi. Dalam beberapa tahun ke depan, bisa jadi banyak negara yang akan mengalami krisis utang ( debt crisis ). Melalui defisit, pemerintah terus menyuntikkan dana ke perekonomian yang membuat jumlah uang beredar meningkat.

Diharapkan daya beli masyarakat akan segera pulih yang selanjutnya akan mendorong produksi dan investasi. Namun, peningkatan jumlah uang beredar tentu saja akan meningkatkan inflasi. Tidak heran, banyak lembaga yang memprediksi tahun ini inflasi bakal melonjak. Pemulihan ekonomi pascapandemi tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Kondisi ini malah ditambah dengan ancaman inflasi. There is no free lunch , peningkatan defisit harus dikompensasi. Selain ancaman inflasi dan utang yang menumpuk, untuk mengkompensasi defisit biasanya pemerintah akan menaikkan tarif pajak beberapa tahun mendatang yang bisa berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan defisit biasa dilakukan untuk me ngatasi resesi ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang defisit fiskal justru bisa menjadi kontra produktif bagi perekonomian.


Baca Juga

0  Komentar