ESL, Kisah Sebuah Komedi

Kompasiana   Rabu, 21 April 2021

img

Esl, kisah sebuah komedi melalui situs resmi masing-masing, dua belas klub sepakbola populer di eropa pada minggu (18/4, waktu eropa) membuat pernyataan bersama untuk mengumumkan kesepakatan membentuk kompetisi tengah pekan yang baru, liga super eropa ( esl ), dengan dukungan dana dari jp morgan , perusahaan raksasa finansial asal amerika serikat. Dua belas klub yang terdiri dari ac milan, arsenal, atletico madrid, chelsea, barcelona, inter milan, juventus, liverpool, manchester city, manchester united, real madrid dan tottenham hotspur semuanya bergabung sebagai klub pendiri esl. Liga ini bersifat "break-away league", karena secara struktural tak berada dalam kontrol fifa atau uefa. Mirip dengan kasus ipl dan isl di sepak bola nasional sedekade silam.

Hanya saja, esl dihadirkan sebagai kompetisi liga champions versi tandingan. Tujuannya, untuk menggantikan liga champions, yang dianggap sudah usang, meski terlihat gemerlap. Sebenarnya, jika melihat prospek pemasukan yang didapat, esl terlihat seperti "sinterklas" bagi para klub di atas, khususnya dalam periode sulit akibat imbas pandemi seperti sekarang. Maklum, dalam proyek yang antara lain diinisiasi oleh florentino perez (presiden klub real madrid) dan andrea agnelli (juventus) ini, semua klub peserta akan mendapat total hadiah partisipasi sebesar 6 miliar pounds.

Konten terkait sebuah kisah dari perempuan bertopi caping. Selalu ada akhir sebuah kisah kisah di sebuah bandar kecil kisah tentang air dalam sebuah botol beling perempuan itu dan sebuah kisah tentang kekalahan sebuah kisah masa lalu jadi, jika ada 20 klub yang berpartisipasi, mereka akan dapat 300 juta pounds, belum termasuk bonus-bonus lainnya. Jumlah ini jauh lebih besar, dari hadiah tim juara liga champions, yang berkisar di angka 100 juta pounds. Masalahnya, kedua belas klub ini memutuskan untuk ikut berpartisipasi secara sepihak.

Dalam artian, kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan di tingkat pimpinan klub, tanpa sepengetahuan pemain, suporter, dan koordinasi elemen kunci lainnya, termasuk uefa dan fifa selaku organisasi induk. Akibatnya, segera setelah dideklarasikan, gelombang protes pun bermunculan dari berbagai penjuru. Mereka umumnya menganggap, proyek esl ini adalah satu keserakahan, dan klub yang terlibat sudah "lupa diri", karena bukan liga super yang membuat mereka besar, tapi dukungan suporter dan proses yang selama ini sudah dijalani di lapangan, mulai dari kekalahan atas tim medioker sampai kemenangan atas tim besar. Uefa dan fifa pun turun tangan, dengan langsung memberi ancaman larangan bermain di piala eropa dan piala dunia, plus skorsing tanpa batas waktu kepada pemain dan pelatih yang terlibat.


Baca Juga

0  Komentar