Koalisi Bersiap Gugat PAM-Aetra

Koran Tempo   Selasa, 13 April 2021

img

Koalisi bersiap gugat pam-aetra jakarta – sejumlah kelompok yang tergabung dalam koalisi masyarakat menolak swastanisasi air jakarta (kmmsaj) akan mengajukan gugatan pembukaan dokumen adendum atau rencana perjanjian kerja sama antara perusahaan daerah air minum (pdam) jaya dan pt aetra air jakarta (aetra) ke komisi informasi publik (kip). Hal ini dilakukan setelah koalisi mendapat serentetan penolakan saat menuntut kabar seputar dokumen yang disahkan gubernur dki anies baswedan melalui keputusan gubernur nomor 891 tahun 2020 pada agustus lalu. "kami merasa dipersulit untuk mendapatkan informasi isi adendum tersebut. Kami minta dokumen itu dibuka kepada publik," kata anggota koalisi sekaligus konsultan water project public service international, yunita purnama, kepada tempo , kemarin.

Awalnya, koalisi mendukung anies yang mengumumkan rencana penghentian kontrak kerja sama pengelolaan air bersih dengan aetra dan pt pam lyonnaise jakarta raya (palyja) pada februari 2019. Namun dki tak lagi memberikan informasi tentang nasib kebijakan yang menyangkut hajat hidup 10 juta warga jakarta itu. Hal ini semakin memuncak saat anies diam-diam menyetujui adendum pam jaya dan aetra. Pada akhir 2020, kata yunita, koalisi langsung meminta salinan dokumen adendum kontrak kepada dinas komunikasi dan informasi statistik dki.

Namun dinas komunikasi menolak dengan alasan dokumen adendum masih dalam pengkajian oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (bpkp), januari 2021. Koalisi menilai ada kejanggalan karena anies sudah mengeluarkan pengesahan melalui keputusan gubernur, tapi dokumennya masih dalam pengkajian lembaga lain. Koalisi kemudian mengajukan permohonan yang sama kepada sekretariat daerah dki. "malah dijawab kalau dokumen itu bukan punya dki, tapi mekanisme business to business (b2b) antara pam jaya dan aetra," ujar yunita.

Koalisi mencurigai adendum tersebut berisi rencana perpanjangan kontrak kerja sama pengelolaan air bersih dengan aetra dan palyja, yang seharusnya berakhir pada 2023. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan sejumlah pihak, seperti komisi pemberantasan korupsi dan dewan perwakilan rakyat daerah dki, yang mendapat informasi adanya kemungkinan rencana perpanjangan kerja sama tersebut. Fasilitas air siap minum di museum nasional indonesia, jakarta. Tempo/muhammad hidayat.

Padahal anies memulai rencana penghentian kontrak karena menilai kerja sama dengan aetra dan palyja tak memberikan keuntungan bagi masyarakat ibu kota. Dalam kontrak kerja sama 1998-2023, kedua perusahaan harus menuntaskan penyaluran air bersih hingga cakupan 82 persen warga dki. Namun, hingga 2018, aetra dan palyja hanya bisa menambah cakupan air bersih menjadi 59,4 persen atau 14,9 persen lebih tinggi dari 44,5 persen saat kontrak tersebut diteken. "kami juga meminta gubernur dki jakarta bersikap transparan, partisipatif, dan taat hukum dalam pengelolaan air jakarta, serta tidak melakukan upaya-upaya terselubung yang dapat berpotensi melanjutkan penswastaan air dki jakarta," kata anggota koalisi dari lembaga bantuan hukum (lbh) jakarta, nelson nikodemus simamora.

Selain soal lambatnya capaian kerja, dki telah menerima laporan dari bpkp tentang kerugian yang harus ditanggung selama kontrak kerja sama dilakukan. Berdasarkan data bpkp pada 2016, menurut nelson, pam jaya merugi hingga rp 1,26 triliun dan ekuitas negatif hingga rp 945,8 miliar dari kontrak kerja sama dengan aetra dan palyja. Bahkan dki juga masih tersandera kewajiban imbalan atau shortfall kepada palyja sebesar rp 266,5 miliar dan aetra rp 173,8 miliar. "monopoli dan ketertutupan informasi dalam pengelolaan negara sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan prinsip transparansi kebijakan publik," kata nelson.

Kontrak kerja sama dengan aetra dan palyja juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat atas hak untuk mendapat air bersih. Salah satunya diungkapkan gugun muhammad, koordinator urban poor consortium (upc), tentang warga muara angke dan kapuk muara, penjaringan, jakarta utara, yang belum juga memiliki akses terhadap air bersih. Mayoritas warga di lokasi tersebut harus membeli air bersih yang dijual keliling menggunakan gerobak atau truk. "tak ada solusi.

Kalau memang belum ada perpipaan, ya, pikirkan cara lain," kata gugun. Warga yang telah menerima layanan perpipaan di kampung elektro dan kampung marlina pun melaporkan keluhan tentang kualitas air bersih. Menurut dia, debit air yang mengalir ke permukiman sangat kecil, berbau, dan tak jarang keruh. Hal yang sama juga terjadi di sejumlah permukiman padat di wilayah bukit duri, jakarta selatan.

Jatiningsih, 30 tahun, warga rukun warga 02, mengatakan debit air sangat kecil setiap pagi hingga malam. Akibatnya, warga yang memiliki keuangan lebih memasang pompa untuk menggenjot debit air yang keluar dari keran. "imbasnya, kalau keluarga yang tak mampu beli jet pump, ya, airnya mati total. Air banyak cuma kalau tengah malam," kata dia.

Direktur utama pam jaya, priyatno bambang hernowo, membantah rencana perpanjangan kontrak kerja sama dengan aetra dan palyja. Menurut dia, dki berkomitmen mempercepat penuntasan layanan air bersih di ibu kota. Pam jaya pun tengah melakukan pembenahan dan persiapan guna menjadi pengelola utama air bersih untuk menggantikan aetra dan palyja. "semua sudah direncanakan, termasuk pemindahan semua aset (aetra dan palyja) yang dilakukan selama kontrak kerja sama," kata bambang.

Wakil gubernur dki ahmad riza patria memberikan pernyataan ihwal kontrak. Secara gamblang, dia mengatakan dki memang berencana memperpanjang kontrak kerja sama dengan dua perusahaan swasta tersebut. Menurut dia, saat ini dki tengah menunggu kajian bpkp agar perjanjian kerja sama yang baru berjalan lebih baik. "sebelum kami lakukan perpanjangan, kami akan lakukan pengkajian terus-menerus.


Baca Juga

0  Komentar