Larangan Mudik Gagal dan Buruknya Komunikasi Publik Pemerintah

Islam Today   Senin, 17 Mei 2021

img

Larangan mudik gagal dan buruknya komunikasi publik pemerintah (islamtoday id) – pakar epidemiologi universitas airlangga (unair) windhu purnomo menilai nekatnya ribuan pemudik hingga membuat petugas kuwalahan merupakan imbas dari sesuatu yang salah sejak awal. Seperti diberitakan, ribuan pemudik yang mengendarai sepeda motor menjebol barikade penyekatan di jalur pantura, kedungwaringin, perbatasan kabupaten bekasi-karawang pada ahad (9/5/2021) pukul 22.40 wib. Jumlah sepeda motor yang membeludak membuat kemacetan parah. Bahkan, sejumlah pengendara motor nekat melawan arus untuk melewati pos penyekatan yang dijaga petugas gabungan dari unsur kepolisian, tni, satpol pp, dan dinas perhubungan.

Situasi semakin semrawut dan macet tidak bergerak sepanjang 5 kilometer. Menurut windhu, tidak mengherankan jika petugas penyekatan di beberapa lokasi kewalahan dengan membludaknya pemudik yang nekat pulang. Apalagi, dikatakannya, pemudik sudah tahu bahwa saat malam hari petugas yang berjaga di titik penyekatan lebih sedikit. “apalagi tengah malam sampai subuh, itu hampir kosong,” ujar windhu seperti dikutip dari kompas , senin (10/5/2021).

“pemudik itu ngerti, mereka itu saling berkomunikasi. Wong saya pernah mendapatkan komunikasi mereka. ‘di posko ini jam sekian petugasnya enggak ada’. Mereka beri tahu satu sama lain,” imbuhnya.

Windhu memprediksi, para pemudik yang nekat menerobos untuk pulang kampung masih akan terlihat dalam beberapa hari ke depan. Bukan hanya lewat jalan tikus, tapi nekat lewat jalan utama. Dikatakan windhu, alasan pemudik nekat pulang kampung di tengah pandemi covid-19 bukan hanya karena tradisi lebaran yang sudah mengakar. “jadi sebenarnya, masyarakat nekat-nekat (pulang kampung) begini karena permasalahannya di komunikasi publik pemerintah,” jelasnya.

“kebijakan saja, kalau saya bilang dalam bahasa jawa m encla-mencle. Tiba-tiba berubah kebijakannya.” menurutnya, sejak awal seharusnya kebijakan dari pemerintah konsisten, yakni memberi pengarahan tegas tanpa embel-embel atau istilah yang tidak jelas. Sebagai contoh, pada lebaran tahun 2020, mudik dilarang tapi boleh pulang kampung. “kalau itu bukan mudik.

Itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di jabodetabek, di sini sudah tidak ada pekerjaan, ya mereka pulang. Karena anak istrinya ada di kampung, jadi mereka pulang,” kata jokowi menjawab pertanyaan najwa shihab dalam program mata najwa yang tayang pada 22 april 2020. “ya kalau mudik itu di hari lebaran-nya.

Beda. Untuk merayakan idul fitri. Kalau yang namanya pulang kampung itu yang bekerja di jakarta, tetapi anak istrinya ada di kampung,” lanjutnya. Tak jauh beda dengan tahun lalu, windhu mengamati kebijakan lebaran tahun 2021 juga tidak tegas dan tidak sinkron.

“tadinya boleh mudik, kemudian enggak boleh. Kemudian boleh mudik di wilayah zonasi tertentu,” kata windhu. “nah itu juga bertentangan. Apa virus itu bisa membedakan mana pemudik jalan jauh dan dari lokal? kan enggak bisa.” “pokoknya ada orang bergerak, entah itu jauh entah dekat dan kemudian berinteraksi, akan berisiko terjadi transmisi (penularan) virus,” jelasnya.

Belum lagi, imbuhnya, kebijakan tentang mudik dilarang tapi berwisata diizinkan. Dari kebijakan-kebijakan tersebutlah yang akhirnya membuat masyarakat bingung dan akhirnya nekat mudik. “masyarakat bingung. Saya mau mudik, ketemu keluarga enggak boleh.

Tapi orang yang bersenang-senang, piknik, boleh,” katanya. Kebingungan masyarakat akan kebijakan pemerintah yang tidak sinkron ini yang akhirnya membuat mereka berontak dengan nekat mudik dan justru saling menyemangati untuk mudik. “ini karena pemerintah membuat kebijakan yang paradoksal (bertentangan), tidak sinkron antar sektor, antara pemerintah pusat dan daerah tidak sama,” katanya. Ketika suatu kebijakan dibuat dengan tegas dan sinkron dari atas ke bawah, masyarakat pun akan melihat bahwa pemerintah serius dalam menangani pandemi covid-19 ini.

Namun ketika kebijakan yang dibuat tidak sinkron, masyarakat pun menilainya pemerintah tidak serius. Berimbas ke yang l ain ketidakseriusan pemerintah dalam penanganan covid-19, dikatakan windhu, membuat pandangan masyarakat tentang pandemi ikut berubah. Sejak covid-19 pertama kali diumumkan, faktanya memang ada masyarakat yang tidak percaya terhadap virus ini. Namun, masyarakat yang tadinya menganggap bahwa virus corona berbahaya dan sangat menjaga diri, opininya dinilai windhu menurun.

“karena sejak januari hingga pertengahan maret 2021, pemerintah gembar-gembor angka covid-19 menurun. Kemudian vaksinasi sudah berjalan, seakan-akan kasus benar-benar sudah menurun,” katanya. “padahal menurun salah satunya karena testing yang sudah melemah. Kemudian vaksinasi juga masih sangat kecil, belum sampai 3 persen dari jumlah penduduk.

Tidak ada artinya.” hal ini juga membuat masyarakat mempertanyakan, kenapa jika kasus sudah turun tetap dilarang mudik. Inilah yang membuat windhu menilai bahwa komunikasi publik yang dilakukan pemerintah selama ini tidak tepat. Ia menyampaikan, berdasarkan data memang jumlah kasus covid-19 di tanah air menurun dari januari hingga pertengahan maret. Namun sejak pekan ketiga maret hingga hari ini, datanya stagnan, tidak turun lagi.

Dijelaskan windhu, gambaran grafik kasus yang stagnan sebenarnya adalah alarm. “di banyak negara, saat data kasus stagnan dan tidak turun lagi, itu tanda-tanda akan meledak lagi,” pungkasnya. Pakar kebijakan publik achmad nur hidayat menyatakan, larangan mudik pada dasarnya bertujuan untuk mengantisipasi penularan covid-19. Namun pada kenyataannya, tujuan tersebut tak sejalan dengan kebijakan lain.

“publik melihat selama larangan mudik tidak disertai larangan tegas lainnya, seperti larangan warga asing masuk indonesia, maka pelarangan mudik tahun 2021 ini akan gagal,” kata achmad dalam keterangan tertulisnya, kamis (6/5/2021). Pakar dari narasi institute ini berpandangan kebijakan larangan mudik akan terus ditolak rakyat meski dalam pelaksanannya menurunkan banyak aparat. “rakyat akan membangkak dan nekat mudik karena mereka melihat sudah tidak ada alasan lagi mobilisasi dibatasi. Pusat belanja tidak dilarang, wisata lokal dibuka.

Ini adalah kegagalan komunikasi publik pemerintah,” kritiknya oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan komunikasi publik yang lebih konsisten. “jangan salahkan rakyat, tapi salahkan komunikasi publik pemerintah yang tidak konsisten karena pembatasan pergerakan orang tanpa kriteria yang pasti dan terkesan main-main,” tutupnya. Tak berhasil tapi juga tidak gagal menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (menko pmk) muhadjir effendy mengakui larangan mudik lebaran tahun ini tidak berhasil 100 persen. Akan tetapi, ia juga enggan menganggap gagal.

“memang kebijakan peniadaan mudik ini tidak berhasil 100 persen, tapi bukan berarti gagal sama sekali. Secara umum sudah bagus,” kata muhadjir dalam keterangan resminya, senin (17/5/2021), seperti dikutip dari cnn indonesia. Ia mengatakan bahwa pemerintah telah mengevaluasi pelaksanaan larangan mudik lebaran tahun ini. Termasuk membandingkan data penanganan pelarangan mudik tahun lalu.

Ia menilai secara umum aturan tersebut telah berjalan cukup baik, meski tidak berhasil 100 persen. “termasuk jalur-jalur tikus dan kita pelajari secara detail. Kemudian modus operandi mereka yang nekat dengan cara-cara yang menurut mereka kreatif, tapi sebetulnya itu tidak terbukti juga sudah kita antisipasi,” katanya. Selain itu, muhadjir mengatakan pemerintah pun telah menyiapkan langkah dalam mengantisipasi kedatangan pemudik atau arus balik.

Ia memastikan antisipasi dilakukan tidak hanya di ibukota provinsi dki jakarta, tetapi juga di beberapa pusat kota termasuk masing-masing ibukota provinsi. “ini semua sudah kita hitung termasuk ibukota di setiap provinsi yang nanti juga akan menjadi tujuan arus balik. Ini sudah kita hitung betul, mudah-mudahan nanti perhitungan kita mendekati benar,” ujarnya. Muhadjir turut mengutip data dari kepolisian yang menunjukkan jumlah pemudik tahun ini sekitar 1 juta orang.

Jumlah tersebut, klaimnya, berkurang signifikan dibandingkan tahun lalu dan menandakan aturan peniadaan mudik berjalan cukup efektif. Pemerintah, lanjutnya, juga telah mempersiapkan berbagai fasilitas kesehatan untuk menangani covid-19 usai libur lebaran. Misalnya penambahan tempat tidur rumah sakit, ruang icu, serta ketersediaan oksigen. Kementerian kesehatan pun telah menambah jumlah pelacak atau tracer dari 5.000 menjadi 100.000 orang.


Baca Juga

0  Komentar