PPN Naik Memberatkan Rakyat, Daya Beli Amblas, RR: Bentuk Kepanikan Sri Mulyani

Harianterbit - Ekonomi   Rabu, 19 Mei 2021

img

Ppn naik memberatkan rakyat, daya beli amblas, rr: bentuk kepanikan sri mulyani jakarta, hanter - rencana pemerintah menaikkan ppn 15 persen tahun ini mendapat penolakan sejumlah pihak. Disebutkan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (ppn) memberatkan rakyat, dan secara otomatis akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa di seluruh indonesia, meningkatkan risiko turunnya daya beli masyarakat. Pengamat kebijakan publik dari institute for strategic and development (isds) aminudin mengatakan, yang pasti dengan adanya kenaikan tarif akan membuat harga-harga perdagangan akan melonjak naik. Selain itu akan membuat daya beli masyarakat semakin anjlok, sementara inflasi akan semakin tinggi.

"kenaikan tarif ppn ini semakin membangkrutkan masyarakat karena pemasukan mereka makin merosot akibat pembatasan aktivitas ekonomi dampak dari pandemi," ujar aminudin kepada harian terbit, selasa (18/5/2021). Aminudin mengungkapkan, dengan daya beli masyarakat yang semakin anjiok maka akan membuat banyak perusahaan yang gulung tikar karena dunia usaha terpuruk. Harusnya dalam kondisi saat ini pemerintah justru menurunkan pajak ppn terkait produksi dan perdagangan untuk mendongkrak daya beli masyarakat di tengah pandemi covid-19. "dampak sosial dari kenaikan ppn akan membuat jumlah pengangguran makin tinggi.

Akibatnya, kesulitan ekonomi rakyat bawah makin meningkat dan pastinya tingkat kriminalitas bakal naik," tegasnya. Aminudin menilai, pemerintah menaikan ppn karena membutuhkan dana besar untuk menutup defisit apbn yang kian lebar. Selain itu kenaikan ppn juga untuk membayar bunga utang dan utang pokok yang tahun lalu jumlahnya sekitar rp650 triliun. Sementara disaat yang sama, pemerintah juga harus membayar belanja rutin pegawai dan kebutuhan pembangunan lain.

Cara panik ekonom senior rizal ramli mengatakan, rencana kenaikan tarif ppn yang akan dilakukan pada tahun 2021 mendatang merupakan bentuk kepanikan menteri keuangan sri mulyani indrawati (smi) dalam mengatasi utang negara. "indikasi bahwa smi sudah panik karena pemerintah mengalami kesulitan likuiditas," kata ekonom senior rizal ramli kepada redaksi, minggu (16/5/2021). Bukan tanpa sebab. Beragam cara sudah dilakukan menteri berpredikat terbaik dunia itu untuk meminimalisir penambahan utang negara yang sudah menggunung.

Namun beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru lebih banyak memberatkan rakyat. "bayar thr saja dipotong, uang haji dan wakaf diembat untuk infrastruktur, sudah paksa bi untuk cetak uang rp 1.000 triliun dengan wajibkan bi beli surat utang di pasar primer, hingga usul naikkan pajak ppn jadi 15%," kritiknya. "cara-cara panik dan tidak kreatif untuk genjot penerimaan sekadar untuk bisa bayar bunga utang sebesar rp 345 triliun," tandasnya. Kurang pas sementara itu, ketua pengurus besar (pb) himpunan mahasiswa islam (hmi) bidang ekonomi dan pembangunan, andi rante menilai, opsi menaikkan ppn yang dilakukan pemerintah saat ini kurang pas.

Karena saat ini semua elemen bangsa baru saja bangkit dan bahu membahu dalam pemulihan ekonomi nasional (pen) akibat pandemi covid-19 mulai dari rantai produksi, distribusi hingga konsumsi. "keberanian pemerintah menaikkan ppn dari semula 10% ke angka 12%-15% atau lebih itu bisa memicu penurunan daya beli masyarakat," paparnya. Andi menyebut, daya beli masyarakat yang lemah maka bisa menurunkan performa ekonomi nasional bahkan bisa merangsang kenaikan inflasi yang tak terkendali ke angka 3-4%. Sehingga cost-push inflation akan mengancam kegiatan ekonomi nasional.

Dampaknya akan membuat perputaran uang semakin rendah sehingga memicu kenaikan harga akibat aktivitas perekonomian mengalami penurunan. "jika opsi ini (kenaikan ppn) tetap dipakai oleh pemerintah maka akan menghambat sendiri program pen yang mereka rancang sendiri," tegasnya. Andi menyebut, kenaikan ppn akan membuat sektor konsumsi terganggu. Dampaknya bisa menurunkan daya beli masyarakat.

Jika daya beli masyarakat menurun maka perputaran uang pun akan menurun. Dan jika perputaran uang menurun maka bisa menjadi pemicu inflasi karena aktivitas perdagangan mengalami penurunan. "dampak sosialnya yang paling mengerikan akan terjadi kriminalitas. Bayangkan kalau harga tinggi, uang yang beredar berkurang, maka potensi kriminalitas pasti ada.

Jadi ini menimbulkan rantai kriminalitas yang meningkat bukan rantai ekonomi," tandasnya. Daya beli wakil ketua umum majelis ulama indonesia (mui), anwar abbas juga khawatir jika rencana kenaikan ppn terealisasi, karena dampaknya uang yang beredar di masyarakat menjadi berkurang atau menurun. “yang namanya pajak kalau ditambah besarannya oleh pemerintah, maka jumlah duit pemerintah jelas bertambah dan jumlah uang yang beredar di masyarakat ya menurun,” ujarnya. Anwar menuturkan, jika uang yang beredar di masyarakat berkurang, maka akan berdampak pada daya beli masyarakat akan menurun.

Implikasinya, daya beli mssyarakat menurun, keuntungan pengusaha akan menurun, saving dan kemampuannya untuk investasi juga menurun. “begitu juga rekrutmen tenaga kerja yang akan menurun dan pengangguran meningkat,” tegasnya. Dengan banyaknya pengangguran, kata anwar, dikhawatirkan akan meningkatkan potensi kriminalitas di kalangan masyarakat. “pendapatan masyarakat menurun, kemiskinan meningkat, kriminalitas meningkat stabilitas menurun dan pengusaha atau investor akan kabur,” tandasnya.

Peneliti center of industry trade and investment (citi), indef, ahmad heri firdaus juga mengingatkan terkait reformasi perpajakan yang sejak lama digaungkan pemerintah. Menurutnya, pemerintah perlu megetatkan pajak di sektor besar dibandingkan menaikkan ppn yang sudah drencanakan akan dilakukan tahun 2022 mendatang. "berburunya di hutan liar dulu, kalau di hutan liar sudah habis baru ke kebun binatang," kata heri mengingatkan agar pemerintah tak mengambil jalan pintas untuk memulihkan ekonomi. Heri menambahkan, untuk saat ini langkah menaikkan tarif ppn bukanlah langkah yang tepat.


Baca Juga

0  Komentar