Mahfud MD: Korupsi Era Reformasi Lebih Luas Dibanding Zaman Orde Baru

Islam Today   Kamis, 27 Mei 2021

img

Mahfud md: korupsi era reformasi lebih luas dibanding zaman orde baru (islamtoday id) – korupsi di era reformasi ini lebih meluas dibandingkan saat zaman orde baru (orba). Di masa orde baru terjadi korupsi besar-besaran namun terpusat dan diatur melalui jaringan korporasi oleh pemerintahan. “korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah apbn ditetapkan,” kata menteri koordinator politik hukum dan keamanan (menko polhukam) mahfud md seperti dikutip dari tempo , rabu (26/5/2021). Kondisi tersebut tak bisa dibantah karena buktinya orde baru direformasi dan pemerintahan soeharto secara resmi disebut pemerintahan kkn (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

“penyebutan itu ada di tap mpr, uu, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan lainnya,” ujar mahfud. Namun ia menuturkan memasuki masa reformasi kasus korupsi justru makin meluas. Sekarang ini, atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif, tetapi sudah meluas secara horizontal ke legislatif, yudikatif, auditif. Sedangkan secara vertikal kasus korupsi melanda dari pemerintah pusat sampai ke daerah.

“lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini, horizontal maupun vertikal,” kata guru besar hukum universitas islam indonesia (uii) itu. Menurutnya, kalau dulu korupsi dilakukan setelah apbn ditetapkan atas usulan pemerintah, tetapi sekarang ini sebelum anggaran jadi sudah ada berbagai negosiasi proyek untuk apbn dan apbd. Menteri pertahanan pada era gus dur ini menengarai banyak pejabat yang masuk penjara karena jual beli apbn dan perda. “saya bisa menunjuk bukti dari koruptor yang dipenjara saja,” tutur mahfud.

Mantan ketua mahkamah konstitusi (mk) ini menambahkan semua itu dilakukan atas nama demokrasi. Di sisi lain, pemerintah tidak mudah untuk menindak, karena di dalam demokrasi pemerintah tidak bisa lagi mengkonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar kewenangan. Itulah sebabnya, mahfud mengaku paham dengan istilah “demokrasi kriminal” yang pernah dilontarkan rizal ramli. “situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi,” katanya.

Kunci penyelesaian, menurutnya, tak cukup hanya dengan aturan-aturan atau jabatan. Sebab aturan dan jabatan dibuat melalui apa yang diasumsikan sebagai keharusan demokrasi. “jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok, maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya.

Itulah tugas kita ke depan,” tuturnya. Oleh karena itu, katanya, demokrasi perlu ditata ulang dengan keluhuran moral para aktornya agar yang tumbuh adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal. Ia menilai ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik. Sementara itu, kritik terhadap mahfud terkait pemberantasan korupsi justru semakin kencang.

Keberadaan kpk saat ini dinilai mati kutu di masa pemerintahan jokowi dan di bawah menko polhukam mahfud. Kritik itu disampaikan salah satunya oleh politikus partai demokrat benny k harman. Mulanya, benny berpikir jokowi akan menjadi presiden yang melindungi dan memperkuat kpk. Namun, prediksinya keliru.

“semula saya pikir presiden jokowi benar-benar akan melindungi dan memperkuat kpk. Apalagi dengan diangkatnya prof mahfud md jadi menko polhukam di periode kedua presiden jokowi. Ternyata perkiraan saya meleset. Di tangan mereka berdua kpk mati kutu,” cuit benny seperti dikutip dari cnn indonesia , kamis (27/5/2021).


Baca Juga

0  Komentar