Opini: Jangan Lupakan Korban Kerusuhan Mei 2019 oleh Amiruddin al-Rahab - Opini - koran.tempo.co

Headtopics   Selasa, 25 Mei 2021

img

Opini: jangan lupakan korban kerusuhan mei 2019 oleh amiruddin al-rahab - opini - koran.tempo.co delapan korban tewas tertembak dalam kerusuhan mei 2019. Hak asasi manusia dan hukum harus ditegakkan dengan mengungkap pelakunya. Opini korantempodigital korantempo delapan korban tewas tertembak dalam kerusuhan mei 2019. Hak asasi manusia dan hukum harus ditegakkan dengan mengungkap pelakunya.

Wakil ketua komnas ham dan staf pengajar universitas bhayangkara jayadelapan orang tewas diterjang peluru tajam dalam aksi massa yang pecah pada gelap malam jakarta menjelang akhir mei 2019. Hingga kini, peluru siapa yang merenggut nyawa delapan orang itu belum kunjung bisa diungkap oleh aparat penegak hukum. Komisi nasional hak asasi manusia telah merekomendasikan agar presiden memastikan kepolisian ri benar-benar menindaklanjuti proses hukum untuk mencari perencana dan penanggung jawab kekerasan tersebut. Kepolisian juga diminta menyelidiki kasus penembakan ini dan menangkap penembak gelapnya.

Sebulan sebelum kerusuhan pecah, suasana jakarta sudah mendidih akibat “hasutan” orang-orang yang saling bertikai ihwal calon presiden dalam pemilihan umum pada 17 april 2019. Hal ini bermula dari pengumuman hasil hitung cepat oleh lembaga survei yang menyatakan bahwa pasangan joko widodo-ma’ruf amin menang dalam pemilihan. Kubu lawan pasangan itu meradang dan tudingan curang berkumandang. Seruan “people power” dengan menggeruduk jakarta pun muncul.

Headtopics.com w251bgwsijiwmjetmdutmjugmty6mdq6ndeixqaparat keamanan tidak tinggal diam. Rencana massa menyerbu jakarta itu dinyatakan sebagai tindakan makar. Beberapa aktor politik yang mengobarkan “people power” dijadikan sebagai tersangka. Orang-orang yang diduga hendak menyokongnya dengan senjata api juga dicokok polisi.

Namun tindakan polisi itu tidak membuat situasi jakarta mendingin. Puncaknya terjadi setelah komisi pemilihan umum pada 21 mei dinihari menyatakan bahwa pasangan prabowo subianto-sandiaga uno kalah dalam pemilihan. Setelah hari pencoblosan hingga pengumuman kpu, suasana batin massa sudah mengkristal. Suasana batin seperti itu, menurut ahli filsafat politik modern amy chua (2019), disebut sebagai proses terbentuknya political tribes.

Hal itu ditandai oleh menguatnya ikatan perkawanan politik dan tumbuhnya kehendak untuk menyingkirkan pihak yang berbeda. Hal ini sekaligus mengabaikan tujuan individu demi tujuan kawanan. “mereka akan berkorban, bahkan membunuh dan mati, demi kelompoknya,” demikian chua menulis. Pada 21 mei 2019, massa yang telah lama termakan “propaganda negatif” pada masa kampanye bergerak masuk ke jakarta dari berbagai penjuru.

Kantor badan pengawas pemilihan umum di jalan m.h. Thamrin menjadi sasaran utama. Massa datang bergelombang sampai malam. Selepas tengah malam, aksi massa pecah dengan perusakan dan pembakaran.

Massa dan polisi pun bentrok. Tentang korbanesoknya, dalam suasana tegang dan tidak menentu, saya bersama beberapa rekan dari komnas ham menuju rumah sakit umum daerah tarakan dan rumah sakit budi kemuliaan. Kami ingin segera melihat dan mendengarkan keterangan langsung dari mereka yang mengalami kekerasan atau menjadi korban pada malam itu. Headtopics.com menurut petugas dan dokter yang menangani para pasien, sejak dinihari telah berdatangan beberapa korban.

Mereka mengalami luka ringan, pingsan karena gas air mata, luka serius akibat tembakan peluru karet, patah tulang, dalam keadaan koma, bahkan sudah meninggal. Korban meninggal diduga akibat luka tembak dengan peluru tajam. Empat jenazah langsung diambil keluarganya dari rumah sakit untuk dimakamkan, dan keluarga menolak jenazah diautopsi. Namun empat jenazah lainnya sempat dibawa ke rumah sakit polri kramat jati untuk diautopsi.

Empat korban yang diautopsi adalah abdul aziz, 28 tahun, dengan peluru menerjang tulang iga belakang dan proyektil bersarang di tulang dada. Pada harun alrasyid, 15 tahun, peluru menyasar pangkal lengan kiri, tembus ke tulang iga, dan terus ke tulang iga kanan dengan proyektil bersarang di otot ketiak kanan. M. Reyhan fajari, 16 tahun, terkena peluru yang menembus pelipis mata kiri hingga kepala belakang kiri.

Bachtiar alamsyah, 22 tahun, mengalami luka tembak di leher sebelah kiri yang tembus ke pipi sebelah kanan. Adapun visum pada empat korban yang tidak diautopsi menunjukkan luka tembak. Farhan syafero, 31 tahun, mengalami luka tembak dari punggung tembus ke dada. Adam nooryan, 19 tahun, tertembak di dada dan tembus ke punggung dengan tiga jejak luka.

Widianto rizki ramadan, 17 tahun, dengan luka tembak pada leher dan tembus ke punggung kiri. Sandoro, 32 tahun, mengalami luka yang tembus dari dada kanan ke punggung kanan. Headtopics.com dari penelusuran yang dilakukan komnas ham, para korban ini secara sosiologis berasal dari kalangan kelas bawah, secara ekonomi kurang mampu, memiliki pekerjaan tidak tetap, dan tinggal di gang-gang di daerah pinggiran di seputar jakarta. Secara politik, mereka terseret oleh banyaknya propaganda negatif ke dalam kondisi psikologi massa yang terbelah karena pilihan politik ketika pemilihan presiden.

Tumbaljangan-jangan, korban dalam aksi massa mei 2019 ini memang sengaja digiring oleh “tangan-tangan tak tampak” untuk masuk ke arena aksi massa tanpa menyadari bahwa mereka bakal menjadi tumbal untuk tujuan politik tertentu. Dugaan itu muncul karena karakter sosial para korban, yang datang dari kelompok sosial yang memang mudah dan sudah “terkalahkan” secara sosial. “perusuh” merupakan label dari aparat untuk korban. “saya sudah rida atas kepergian anak saya,” begitu majalah tempo mencatat nada keputusasaan seorang ibu korban.


Baca Juga

0  Komentar