Susahnya Jadi Komentator Olahraga Antara "Kias Bahasa Menarik" dan "Rusaknya Diksi Bahasa"

Kompasiana   Jumat, 23 April 2021

img

Susahnya jadi komentator olahraga antara "kias bahasa menarik" dan "rusaknya diksi bahasa" olahraga adalah salah satu media pemersatu masyarakat. Saya ingat betul ketika ada pertandingan piala dunia yang disiarkan malam hari. Suasana di sekitar kampung tempat saya tinggal terasa senyap. Kendaraan yang berlalu lalang hanya hitungan jari, suatu hal yang jarang terjadi.

Ternyata masyarakat di tempat tinggal saya rela berdiam diri di rumah untuk berkumpul menonton pertandingan final piala dunia. Masyarakat yang tidak punya tv rela menumpang menonton di tetangga yang memiliki tv karena terlalu antusias menonton final pertandingan sepak bola terakbar ini. Suasana ini juga terulang ketika ada pertandingan olahraga favourite salah satunya saat final bulutangkis tunggal putra pada olimpiade 2004. Final saat itu mempertemukan wakil indonesia, taufik hidayat dengan wakil korea selatan shon seung-mo.

Kemenangan taufik hidayat membawa euforia tersendiri bagi masyarakat yang menonton. Keseruan dan ketegangan pertandingan olahraga tidak serta merta berasal dari pemain semata namun ada sosok kunci lainnya yaitu komentator. Peran komentator olahraga turut andil dalam menciptakan suasana ketegangan dan euforia bagi penonton. Pernahkah sobat kompasiana menonton pertandingan sepakbola namun perhatian tertuju pada gaya bahasa yang dilontarkan sangat komentator? jika iya, maka kita ada dalam satu team yang sama.

Hehe "ya pemirsa yang ada di rumah bisa kita saksikan bambang pamungkas melakukan blusukan ke kandang lawan. Menerima operan cantik dan mulai menggetarkan pertahanan lawan. Bambang pamungkas bersiap melakukan tendangan antar benua dan dan dan (hening sebentar)...jebreetttt, ah nyaris sekali tendangan bambang pamungkas ternyata gagal mengoyak gawang lawan. Sungguh peluang 24 karat yang tersia-siakan" konten terkait 5 tips bagi anda calon komentator olahraga aplikasi tata bahasa pedagogis: dari kacamata filsafat bahasa bagi pembelajaran bahasa asing dan bahasa kedua gaya komentator pertandingan olahraga filsafat bahasa 3 alasan emak butuh komentator olahraga komentator olahraga bukan penghibur penonton saya mencoba meniru seorang komentator favourite yang sering langganan menghias pertandingan bola di salah satu stasiun tv nasional.

Saya ketika mendengar diksi kata yang digunakan memang menarik dan bahkan membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Bagaimana tidak banyak sekali istilah yang terdengar lebay dan unik namun bisa membuat suasana tegang namun lucu dalam 1 momen yang sama. Sering muncul istilah baru yang tidak terduga dan bahkan terkesan hiperbola. Saya ambil contoh ketika komentator mengucapkan blusukan ke kandang lawan.

Waduh istilah blusukan kan populer ketika jokowi menyapa warganya saat menjabat atau selama masa kampanye pemilihan walikota solo, gubernur jakarta hingga presiden ri. Kini istilah blusukan akhirnya disematkan sebagai tindakan pendekatan kepada pihak lain untuk melihat situasi/fenomena, menarik simpati warga, mendengarkan keluh kesah dan memberikan solusi terhadap masalah yang ada. Tidak heran kegiatan blusukan dianggap hal positif. Ada senyum sapa antara yang melakukan blusukan maupun orang yang dikunjungi.


Baca Juga

0  Komentar