DKI Diminta Ikuti Pengelolaan Air Semarang dan Surabaya

Koran Tempo   Kamis, 15 April 2021

img

Dki diminta ikuti pengelolaan air semarang dan surabaya jakarta – koalisi masyarakat menolak swastanisasi air jakarta (kmmsaj) menyatakan terus berupaya mencegah pemerintah provinsi dki jakarta melanjutkan konsesi atau kontrak kerja sama pengelolaan air dengan pt aetra air jakarta (aetra) dan pt pam lyonnaise jaya (palyja). Mereka menilai kontrak kerja tersebut terbukti telah merugikan masyarakat dan pemerintah. "pengelolaan di tangan swasta membuat masyarakat harus membayar mahal untuk layanan air bersih yang kualitasnya juga tak sesuai dengan kontrak," kata jeanny sirait, anggota kmmsaj, kepada tempo , kemarin. Jeanny mengatakan berbagai elemen masyarakat sudah mengajukan gugatan terhadap privatisasi pengelolaan air di ibu kota sejak 2011.

Saat itu, banyak warga yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan akses air bersih. Kesulitan itu tak lepas dari kinerja palyja dan aetra yang hanya bisa menambah 14,9 persen cakupan air bersih, dari 44,5 menjadi 59,4 persen, dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun masa kontrak. Padahal kedua perusahaan swasta itu ditargetkan menambah cakupan layanan, sehingga 82 persen wilayah jakarta terjangkau pipa air pada 2023. Menurut catatan koalisi, pada awal 2000-an, palyja dan aetra sempat menetapkan biaya air hingga rp 8.600 per meter kubik.

Setelah mendapat penolakan warga, pemerintah dki meminta harga diturunkan menjadi rp 6.800 per meter kubik. Sisanya, kata jeanny, dki harus menombok melalui anggaran pendapatan belanja daerah (apbd) yang disebut sebagai biaya shortfall. "menurut catatan bpkp (badan pengawasan keuangan dan pembangunan), kalau tak menghentikan kontrak kerja sama, dki diperkirakan harus membayar shortfall hingga belasan triliun rupiah pada akhir masa kontrak (2023). Jadi, merugikan keuangan negara," ujar jeanny.

Petugas beraktivitas di salah satu instalasi pengolahan air di jakarta, 12 april 2021. Tempo/muhammad hidayat. Di sisi lain, koalisi mendapat informasi bahwa biaya wajar pengolahan air bersih perkotaan hanya sekitar rp 2.400 per meter kubik. Bahkan, jeanny melanjutkan, biaya pengolahan air bersih menjadi air siap minum hanya sekitar rp 3.400-3.900 per meter kubik.

Menurut dia, palyja-aetra sudah mendapat keuntungan besar dengan menjual air seharga rp 5.000 per meter kubik. "sebab, air yang disalurkan saja tak bisa langsung minum. Bahkan, di beberapa wilayah, air yang dialirkan itu berbau dan kotor," katanya. Total, koalisi menerima lebih dari 53 ribu keluhan pelanggan kedua perusahaan swasta tersebut.

Koalisi, jeanny melanjutkan, telah mengajukan gugatan ke komisi informasi publik (kip) terhadap pemerintah dki yang menyembunyikan adendum atau penambahan klausul kontrak antara perusahaan daerah air minum (pdam) jaya dengan aetra. Dalam adendum tersebut, koalisi menduga pemerintah provinsi berencana kembali memperpanjang kontrak. "pekan depan mungkin akan dimulai sidangnya di kip," ujar dia. Ketimbang melanjutkan kontrak yang dinilai merugikan tersebut, dia melanjutkan, dki bisa belajar dari pemerintah kota semarang dan surabaya tentang pengelolaan air bersih di tangan badan usaha milik daerah (bumd).

Pdam tirta moedal di semarang mencatatkan peningkatan keuntungan rp 17-46 miliar dalam tiga tahun terakhir. Dari keuntungan tersebut, pdam menyetor sekitar 55 persen ke kas pemerintah daerah. Seperti dki, pemerintah kota semarang juga melibatkan perusahaan swasta dalam pengelolaan air bersih. Salah satunya spam semarang barat, yang menggunakan sistem kerja sama pemerintah dan badan usaha (kpbu) dengan nilai investasi mencapai rp 1 triliun.

Dalam proyek tersebut, pemerintah pusat membangun pipa transmisi dan jaringan distribusi utama, sementara pemkot membangun pipa jaringan sekunder. "pdam mengerjakan perpipaan tersier dan sambungan rumah. Swasta, yaitu pt air semarang barat, hanya mengurus pengelolaan air," kata direktur utama pdam tirta moedal, yudi indardo, kepada koresponden tempo di semarang. Kebijakan ini memberikan keuntungan bagi masyarakat karena mendapatkan air dengan harga yang lebih terjangkau.

Pdam tirta hanya menerapkan biaya rp 900-1.700 per meter kubik untuk pelanggan kategori sosial di bawah 10 meter kubik. Sedangkan kelompok rumah tangga golongan i-v dikenai biaya 1.550-5.000 per meter kubik. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah kota surabaya melalui pdam surya sembaga , yang hanya menerapkan biaya rp 350-1.800 per meter kubik kepada pelanggan kelompok sosial dan rumah tangga dengan luas bangunan di bawah 36 meter persegi. Bahkan, pelanggan rumah tangga golongan ii-v hanya dikenai biaya maksimal rp 1.900 per meter kubik..


Baca Juga

0  Komentar