I’tikaf dalam Menggapai Lailatul Qadr

Harian Haluan   Minggu, 2 Mei 2021

img

I’tikaf dalam menggapai lailatul qadr َمَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ "siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir." (hr ibnu hibban). Oleh: afri yendra - widyaiswara ppsdm kemendagri regional bukittinggi tanpa terasa ramadhan bulan mulia akan segera meninggalkan kita, saat ini kita sudah berada pada 10 akhir ramadhan, dimana pada satu malam di dalamnya ada “lailatul qadr”, yang apabila melakukan ibadah malam itu maka ibadahnya lebih baik dari 1000 bulan. Malaikat dikatakan turun ke bumi memenuhi dua pertiga jagad raya pada malam lailatul qadar itu untuk mengangkat amalan seseoarng hamba kepada allah yang beribadah dan ibadahnya dikalilipatkan 1000 bulan atau 83 tahun, masya allah. sangat amatlah wajar rasulullah mensunnahkan kepada umatnya untuk mengikutinya. Rasulullah beriktikaf 10 malam terakhir ramadhan dan rasulullah bersama keluarganya dan ia lakukan sampai wafatnya.

Sebagaimana diceritakan aisyah dalam hadis riwayat al-bukhari: عن عائشة رضي الله عنها قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره وأحيا ليله وأيقظ أهله artinya: dari aisyah radhiallahu anhu, dikatakannya, “nabi saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir ‘mengencangkan gamisnya’, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (hr al-bukhari). Dan juga diceritakan oleh aisyah dalam hadis berikut: عن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله ثم اعتكف أزواجه من بعده artinya: dari aisyah radhiallahu anha - istri nabiﷺ, “sesungguhnya rasulullah ﷺ melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadan sampai allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau juga beriktikaf setelah beliau wafat.” (hr bukhari). Karena dasyatnya amalan iktikaf untuk menggapai lailatul qadr rasulullah pernah beri’tikaf sebulan penuh, pada sepuluh malam pertama, kemuadia jibril turun mengkhabarkan kepada beliau bahwa “lailatul qadr” ada sepuluh malam berikutnya dan rasulullah meneruskan i’tikafnya dan akhir pada sepuluh malam kedua jibril kembali menegaskan bahwa “lailatul qadr” itu ada pada 10 malam terakhir ramadhan. Sebagai panduan melakukan iktikaf dapat diterangkan seperti dibawah ini yang dikutip dari berbagai sumber.

1. Pengertian i’tikaf i’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Sedang pengertian i’tikaf menurut istilah dikalangan para ulama terdapat perbedaan. Al-hanafiyah (ulama hanafi) berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah, dan menurut asy-syafi’iyyah (ulama syafi’i) i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena allah.

Majelis tarjih dan tajdid dalam buku tuntunan ramadhan menjelaskan i’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha allah. I’tikaf disyariatkan berdasarkan al-quran dan al-hadis. A. Al-qur’an surat al-baqarah (2): 187.

… فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ. Artinya: …maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan allah, maka jangan kamu mendekatinya.

Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [qs. Al-baqarah (2):187] b. Hadits riwayat aisyah ra: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم] artinya: “bahwa nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [hr.

Muslim] 2. Waktu pelaksanaan i’tikaf i’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat). Al-hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.

Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam). 3. Tempat pelaksanaan i’tikaf di dalam al-quran surat al-baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.

Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-hanafiyah (ulama hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-hanabilah (ulama hambali).

Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa. 4. Rukun i’tikaf terdapat empat rukun i'tikaf di antaranya sebagai berikut:a. Niat, b.

Berdiam diri di masjid (sekurang-kurangnya selama tumaninah salat), c. Masjid (tempatnya di masjid), d. Orang yang beri'tikaf (sebagai subjek i’tikaf) 5. Syarat-syarat i’tikaf untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu; a.

Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama islam, b. Orang yang melaksanakan i’tikaf sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan, c.i’tikaf dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa, d. Orang yang akan melaksanakan i’tikaf hendaklah memiliki niat i’tikaf, e. Orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa.

Artinya orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf 6. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi orang yang beri’tikaf para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar dari masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu; a. Karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat jum’at, b.

Karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya, c. Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya. 7. Amalan dan adab selama i’tikaf dengan memperhatikan beberapa ayat dan hadis nabi saw., ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu; dalam risalah imam al-ghazali berjudul al-adab fid din dalam majmu'ah rasail al-imam al-ghazali (kairo, al-maktabah at-taufiqiyyah) halaman 435, disebutkan ada 8 adab i'tikaf.

"adab i'tikaf, yakni: terus menerus berdzikir, penuh konsentrasi, tidak bercakap-cakap, selalu berada di tempat, tidak berpindah-pindah tempat, menahan keinginan nafsu, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu dan menaati allah azza wa jalla." 8. Macam-macam itikaf dan niatnya terdapat 3 macam i'tikaf yaitu i'tikaf mutlak, i'tikaf terikat waktu tanpa terus menerus dan i'tikaf terikat waktu dan terus menerus. Namun semua i’tikaf haruslah berniat sebagai rukun pertama i’tikaf. Niat itu didalam hati tempatnya dan lafadznya juga boleh berbeda namun harus tepat maksud dari amalan itu.

Berikut ini akan disampaikan beberapa macam macam niat yang dibaca sebelum i’tikaf dilaksanakan sebelum masuk masjid. I'tikaf mutlak meski lama waktunya, cukup berniat sebagai berikut. وَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى artinya: "aku berniat i’tikaf di masjid ini karena allah." i'tikaf terikat waktu i'tikaf terikat waktu, misalnya satu bulan, niatnya sebagai berikut. نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى artinya: "aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari atau satu malam penuh atau satu bulan karena allah." dan نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا "aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena allah." niat i'tikaf yang dinadzarkan sedangkan niat i'tikaf yang dinazarkan sebagai berikut.

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى artinya: "aku berniat i’tikaf di masjid ini fardhu karena allah." نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى "aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena allah." di dalam i'tikaf mutlak, apabila seseorang keluar dari masjid tanpa maksud kembali, kemudian ia kembali lagi, maka ia harus berniat lagi dan i'tikaf keduanya tersebut dianggap i'tikaf baru. Berbeda jika ia berniat untuk kembali, baik kembali ke masjid di mana ia mulai beri'tikaf atau masjid lain. Maka niat sebelumnya tidak batal dan tak perlu niat baru. Yang dapat membatalkan i'tikaf, di antaranya sebagai berikut: a.

Berhubungan suami istri, b. Mabuk yang disengaja, c. Mengeluarkan sperma, d. Murtad, e.

Haid (selama waktu i'tikaf cukup dalam masa suci biasanya), f. Nifas, g. Keluar tanpa alasan, h. Keluar dengan alasan sampai beberapa kali (keluar karena keinginan sendiri).


Baca Juga

0  Komentar