Kemenkominfo Perpanjang Pendaftaran PSE, SAFEnet: Ancam Kebebasan Media Massa

Islam Today   Senin, 24 Mei 2021

img

Kemenkominfo perpanjang pendaftaran pse, safenet: ancam kebebasan media massa (islamtoday id) – kementerian komunikasi dan informatika (kemenkominfo) akhirnya memperpanjang pendaftaran bagi penyelenggara sistem elektronik (pse) lingkup privat yang beroperasi di indonesia. Semula, dalam peraturan menteri komunikasi dan informatika no 5/2020, disebut bahwa setiap pse lingkup privat yang ada di indonesia, seperti google, facebook, twitter, dan lain-lain, wajib untuk mendaftarkan diri paling lambat senin (24/5/2021). Kini, tenggat pendaftaran diundur paling lambat enam bulan setelah sistem online single submission-risk based approach (oss-rba) yang dikelola oleh kementerian bkpm mulai beroperasi. “tenggat waktu pendaftaran pse pada permen no 5/2020 yang sebelumnya jatuh tempo pada 24 mei, atau pada hari ini, disesuaikan dan diperpanjang dalam waktu paling lambat enam bulan sejak waktu pemberlakuan efektif sistem oss-rba,” kata direktur jenderal aplikasi informatika, semuel abrijani pangerapan dalam press conference yang digelar online seperti dikutip dari kompas , senin (24/5/2021).

Sistem oss-rba sendiri, menurut pria yang akrab disapa semmy itu, dirancang berlaku mulai 2 juni 2021. Ketentuan perubahan ini diatur dalam pm kominfo no 10 tahun 2021 tentang perubahan atas pm kominfo no 5/2020. “pse privat yang tidak melakukan pendaftaran dapat dilakukan pemutusan akses,” lanjut semmy. Dalam pasal 2 ayat 1 permenkominfo no 5/2020, setiap pse lingkup privat yang ada di indonesia memang diwajibkan untuk mendaftarkan diri, sebelum layanannya bisa digunakan oleh masyarakat indonesia.

Bila tak melakukan pendaftaran sebagaimana mestinya, kominfo akan memberikan sanksi administratif berupa pemblokiran. Ketentuan tersebut termuat dalam pasal 7 ayat 2 dalam permenkominfo no 5/2020 yang berbunyi, “dalam hal pse lingkup privat tidak melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menteri memberikan sanksi administratif berupa pemutusan akses terhadap sistem elektronik ( access blocking ).” adapun pse lingkup privat yang dimaksud merupakan perusahaan atau badan yang menggelar layanan digital atau online, seperti google, facebook, youtube, twitter, tiktok, gojek, grab, tokopedia, bukalapak, dan sebagainya. Daftar pse lingkup privat yang sudah terdaftar di kominfo dapat dilihat melalui laman pse kominfo di tautan berikut ini. Dari pantauan, ada sejumlah nama-nama pse lingkup privat besar yang sudah terdaftar di laman pse kominfo, seperti google, gojek, tokopedia, shopee, ovo, blibli, telkomsel, by.u, hingga mcdonalds.

Di samping itu, juga masih ada nama-nama pse lingkup privat besar yang belum terdaftar di laman pse kominfo, seperti facebook, whatsapp, instagram, netflix, twitter, tiktok, telegram, zoom, dan youtube. Secara garis besar, permenkominfo no 5/2020 ini mengatur hal-hal seperti pendaftaran, tata kelola moderasi informasi atau dokumen elektronik, dan permohonan pemutusan akses atas informasi/dokumen yang dilarang, serta sanksi administratif yang mungkin dijatuhkan pada pse yang ada di indonesia. Di samping itu, aturan ini juga mengatur pemberian akses data pribadi untuk kepentingan pengawasan penegakan hukum. Secara spesifik, ketentuan tersebut diatur dalam pasal 21 di mana pse lingkup privat wajib memberikan akses terhadap sistem elektronik dan/atau data elektronik kepada kementerian atau lembaga serta aparat penegak hukum, dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ada juga pasal 36 ayat 5 yang mengatur pemberian akses data pribadi spesifik oleh pse kepada aparat penegak hukum. Pasal tersebut berbunyi, “pse lingkup privat memberikan akses terhadap data pribadi spesifik yang diminta oleh aparat penegak hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).” dalam permenkominfo no 5/2020, yang dimaksud dengan “data pribadi spesifik” adalah data yang berkaitan dengan informasi kesehatan, data biometrik, serta data genetika. Adapula data soal kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, southeast asia freedom of expression network atau safenet menilai peraturan menteri komunikasi dan informatika no 5 tahun 2020 tentang penyelenggaraan sistem elektronik lingkup privat bisa membahayakan kebebasan media massa.

Safenet menduga dengan aturan baru ini, pemerintah bisa memutus akses media massa karena pemberitaan yang dibuat. “dalam konteks media, kewenangan pembatasan ini memungkinkan adanya permohonan pemutusan akses kepada si media tersebut, misalnya karena pemberitaan yang dihasilkan,” kata peneliti safenet, nenden sekar arum seperti dikutip dari tempo. Ia mengatakan aturan itu bisa melampaui undang-undang yang selama ini mengatur media massa, yaitu uu pers. Menurutnya, dalam uu pers setiap masalah yang terkait dengan produk jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui mekanisme dewan pers.

Namun, dengan peraturan baru tersebut pemerintah ditengarai bisa dengan mudah meminta sebuah media untuk menurunkan beritanya. “itu skenario terburuk dari implementasi peraturan menkominfo ini,” kata nenden. Menurutnya, potensi pengekangan terhadap media massa itu muncul dari pasal-pasal karet yang ada di dalam aturan. Ia menemukan ada 65 kata kunci dalam aturan itu yang berhubungan dengan pemutusan akses terhadap sebuah informasi elektronik.

Dalam aturan yang diteken menkominfo johnny g plate pada 16 november 2020 itu, disebutkan bahwa pemutusan akses adalah tindakan pemblokiran akses, penutupan akun dan/atau penghapusan konten. Pemutusan akses dilakukan terhadap konten, dokumen atau informasi elektronik yang dilarang. Dalam aturan itu, informasi atau dokumen elektronik dianggap dilarang apabila melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; serta informasi yang menyediakan akses terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dilarang. Nenden mengkhawatirkan implementasi dari pemutusan akses itu.

Ia mengatakan penggunaan istilah informasi yang dilarang atau dokumen yang dilarang dapat ditafsirkan secara luas, sehingga berpotensi menjadi pasal karet. Ia khawatir peraturan itu dapat digunakan untuk membungkam masyarakat dan media yang kritis terhadap pemerintah. “kita tidak pernah tahu standar dan ukuran meresahkan itu seperti apa dan siapa yang punya wewenang menilai konten itu dirasa meresahkan masyarakat. Itu bisa jadi pasal karet yang berpotensi digunakan untuk penyalahgunaan kekuasaan dan membungkam kelompok yang mengkritik pemerintah,” ujarnya.


Baca Juga

0  Komentar