OJK: Tata Kelola Bermasalah Pemicu Kasus Asuransi

Investor   Selasa, 27 April 2021

img

Ojk: tata kelola bermasalah pemicu kasus asuransi jakarta, investor.id -- otoritas jasa keuangan (ojk) menyoroti tata kelola yang bermasalah menjadi pemicu terjadinya kasus-kasus pada sejumlah perusahaan asuransi. Selain itu, regulator juga menyoroti optimalisasi peran pengawasan komisaris, independensi perusahan dalam suatu konglomerasi, hingga transparansi dalam penerapan tata kelola yang baik. Direktur pengawasan asuransi ojk supriyono menyampaikan, tata kelola baik suatu perusahaan atau good corporate governance (gcg) menemukan relevansinya ketika perusahaan menemui suatu krisis ketika pandemi covid-19. Kondisi saat ini menjadi bukti bahwa perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan yang menerapkan gcg dengan baik.

"kami meyakini peningkatan cgc dari pelaku bisnis demi kelangsungan usaha, kepentingan stakeholders , dan menghindari keuntungan sesaat, akan berimbas pada ketahanan industri di berbagai situasi. Sebagai regulator ojk terus menyuarakan gcg, pada 2014 kita sudah terbitkan pengaturan, kemudian sudah diperbarui. Terakhir, pada 2019 dilakukan perubahan dalam rangka merespons perkembangan," kata dia pada webinar dengan tema “penerapan gcg di industri asuransi,” selasa (27/4). Supriyono mengungkapkan, ketentuan gcg di antaranya mengatur seperti penerapan kepengurusan perusahaan, pelaksanaan tugas, wewenang pengurus, adanya auditor eksternal, tata kelola investasi, dan rencana strategis perusahaan, keterbukaan informasi, dan hubungan dengan stakeholders.

Lebih jauh lagi, perihal etika juga sudah mulai disinggung dalam ketentuan gcg. Untuk mempertegas bobot dalam gcg tersebut, ojk melalui pojk 28/2020 tentang penilaian tingkat kesehatan bagi jasa keuangan non-bank, menempatkan tata kelola sebagai tolok ukur pertama. Setelah itu, baru dilakukan penilaian terhadap profil risiko, rentabilitas, permodalan dan akses ke pendanaan. "tata kelola kita tempatkan nomor satu dalam asesmen tingkat kesehatan suatu perusahaan.

Karena kita sudah banyak belajar dari permasalahan-permasalahan yang timbul pada hari ini, karena akarnya memang sebagian besar kurangnya penerapan gcg. Gcg ini memang tidak terlihat dari luar, gcg ini seperti akar, kalau kuat maka buah dan daunnya akan bagus. Meski beberapa daun akan gugur, kalau ada angin puyuh besar maka pohonnya akan tetap tumbuh dan bertunas kembali," papar supriyono. Lebih lanjut, dia menekankan sejumlah aspek lain agar penerapan gcg bisa lebih maksimal.

Di antaranya adalah optimalisasi hubungan antara dewan komisaris dengan dewan direksi. Sebab, masih ada komisaris yang kurang tepat memposisikan dirinya, sehingga peran komisaris menjadi kurang optimal. "fungsi dewan komisaris ini harus lebih dipertajam lagi. Tentu saja sebagai pengawas independen yang memantau direksi, apalagi saat menghadapi suatu krisis maupun ketika perusahaan dalam kondisi baik pun komisaris perlu memberikan pertanyaan kritis kepada direksi.

Hal-hal yang tidak terpikir oleh direksi itu perlu ditanyakan. Komisaris seharusnya seperti itu," ucap dia. Selain itu, supriyono menuturkan, saat ini perusahaan-perusahaan asuransi sedang dalam era konglomerasi dan struktur grup usaha. Tentu saja transaksi internal antarperusahaan konglomerasi atau grup tidak bisa dihindari.

Namun demikian, transaksi harus dilakukan secara wajar dan normal. Hal itu menjadi penting karena kembali menyangkut independensi direksi dan pengawasan dari komisaris. "struktur grup juga harus disusun sedemikian rupa untuk memberikan tingkat kemandirian perusahaan yang wajar. Jangan sampai dalam hal ini khususnya perusahaan asuransi, menjadi tidak bisa lagi mandiri.

Ini sangat penting," imbuh supriyono. Dia juga menerangkan, pentingnya pengawasan dari pihak eksternal lewat aspek transparansi perusahaan. Apalagi saat ini banyak dari pemegang polis dan investor gencar mencari informasi. Aspek transparansi itu akan lebih lanjut didorong dari implementasi psak 74 yang nantinya mampu membedah laporan keuangan perusahaan asuransi lebih detail.

Supriyono menegaskan, tujuan dari transparansi bisa dicapai jika ada laporan keuangan dan non-keuangan yang komprehensif, tepat waktu, dan teratur. Sehingga regulator, investor, dan publik bisa mendapatkan informasi yang lengkap. Manajemen perusahaan dan auditor eksternal harus memainkan peran penting untuk memastikan integritas dan kelengkapan informasi dari laporan tersebut. "komisaris, direksi, manajemen senior, akuntan, maupun auditor perusahaan tentu dapat mulai membuat perbedaan nyata dalam menjalankan perusahaan.

Kemudian mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, selanjutnya meningkatkan nilai bisnis perusahaan," ujar dia. Supriyono pun mengungkapkan, industri asuransi masih mencatatkan suatu pencapaian meski mengalami turbulensi akibat pademi. Aset dari 143 perusahaan asuransi komersial masih meningkat 1,73% (yoy) per januari 2021 menjadi rp 747 triliun. Secara bulanan ( month to month /mtm) aset juga masih naik 1,27%.

Pada saat yang sama, premi asuransi komersial meningkat menjadi rp 30,35 triliun atau naik 15,94% (yoy). Klaim tumbuh moderat 4% (yoy) menjadi rp 16,59 triliun. "ini adalah gambaran industri asuransi masih bertahan di tengah pandemi dan tantangan meningkatnya klaim, serta di antara isu-isu negatif. Ini patut kita syukuri dan perlu didukung dengan meningkatkan gcg," tandas dia.


Baca Juga

0  Komentar