OPINI DR Andi Purwono: Embargo dan Solidaritas Vaksin

Tribun Jateng   Jumat, 23 April 2021

img

Opini dr andi purwono: embargo dan solidaritas vaksin opini ditulis oleh dr. Andi purwono | dosen fisip dan wakil rektor iii unwahas semarang tribunjateng.com - dalam pertemuan khusus para menteri dewan ekonomi dan sosial (ecosoc) pbb bertema "vaccine for all", menteri luar negeri ri retno p. Marsudi menyerukan solidaritas global untuk memastikan akses vaksin covid-19 yang berkeadilan dan merata. Organisasi perdagangan dunia (wto) juga telah memanggil semua pihak terkait vaksin corona baik produsen hingga negara pengembang untuk melakukan rapat tertutup (15/4).

Beberapa negara sebelumnya diberitakan menerapkan kebijakan pembatasan ekspor (embargo) vaksin sehingga menyulitkan perang global melawan pandemi covid- 19. Apa makna politik dari perkembangan penting di tengah pandemi ini ? meminjam pemikiran lisa veneklasen dan valeria miller (2006: 36-58), kekuasaan negara memang tidaklah absolut- statis namun bergerak dinamis. Sebagaimana jauh hari dikhawatirkan, vaksin kini tidak hanya sekedar menjadi alat kesehatan- kemanusiaan, namun juga menjadi elemen kekuasaan (element of power) negara. Dalam kondisi pandemi, vaksin bisa bertransformasi menjadi alat mempengaruhi.

Beberapa fakta berikut menarik dicermati. Pertama, saat ini beberapa negara melakukan embargo dengan alasan keamanan ketersediaan vaksin dalam negerinya. Banyak negara di eropa juga asia seperti india, filipina, papua nugini, serta amerika selatan seperti brasil mengalami lonjakan ketiga kasus aktif covid-19. Dampaknya, negara produsen vaksin di lokasi tersebut mengarahkan produksinya hanya ke dalam negeri dan melarang ekspor.

Nasionalisme vaksin ini lah yang dikhawatirkan mengganggu distribusi global sekaligus pemulihan kondisi sosial ekonomi dan kemanusiaan. Kedua, ditemukan data ketidakadilan rantai pasokan vaksin global. Direktur jenderal wto ngozi okonjo-iweala mengatakan prihatin dengan fakta bahwa negara berpenghasilan rendah hanya mengelola 0,2% dari 700 juta dosis global. Apalagi sejumlah negara melakukan pembatasan ekspor (embargo).

Karenanya dua hal penting sedang dirumuskan yakni bagaimana mempermudah logistik termasuk prosedur bea cukai serta negosiasi soal kemungkinan melepaskan hak kekayaan intelektual (ip) perusahaan farmasi terkait vaksin. Dengan realita politik vaksin global seperti itu, maka embargo vaksin yang tengah terjadi sebenarnya sangat disayangkan. Pertama dari perspektif kemanusiaan, embargo bisa disebut cacat nilai dan mempertentangkan nasionalisme dengan humanism global. Apalagi kalau hal itu dilakukan dengan berlebihan tanpa transparansi.

Jangan sampai terjadi stockpilling (politik penimbunan) dalam negeri dilakukan melebihi kapasitas kebutuhan nasional sementara warga dunia yang lain tengah membutuhkan. Transparansi data antara kebutuhan riil dan produksi ini semestinya bisa diakses secara terbuka. Oleh karenanya diperlukan keputusan politik global entah melalui who, wto, pbb dan tekanan badan kemanusiaan lain untuk bisa mengelola hal ini dengan baik. Kedua, embargo juga bertentangan dengan spirit kampanye global people’s vaccine yang sejak semula digaungkan di sidang umum pbb september 2020.

Jangan sampai akses semua orang atas vaksin dihambat baik oleh kepentingan ekonomi perusahaan maupun alasan politik negara produsen vaksin. Upaya- upaya bersama harus terus dikemukakan untuk menjamin akses bagi semua. Diplomasi dan substitusi dalam konteks indonesia, embargo memaksa kita melakukan beberapa langkah yang secara teoritis bisa dilakukan (derek heater and g.r. Berridge: 1993: 75-88).

Pertama adalah melakukan diversification of trade (perluasan alternatif sumber pasokan). Ketika kita diembargo india, maka ada alternatif yang bisa dilakukan yaitu membuka akses ke produsen lain. Ada sejumlah negara produsen vaksin saat ini yaitu tiongkok, rusia, uni eropa, dan amerika. Sejak semula menlu retno p.

Marsudi gigih melakukan diplomasi pengadaan vaksin ini. Di situasi embargo, penguatan diplomasi sangat diperlukan agar pasokan kebutuhan vaksin bisa dipenuhi. Sebagai contoh upaya menteri kesehatan melakukan negosiasi dengan perusahaan asal tiongkok, sinovac, untuk menambah suplai vaksin covid-19 di indonesia patut diapresiasi. Langkah senada juga perlu dilakukan terhadap produsen lain.

Langkah kedua adalah melakukan domestic substitution (memproduksi vaksin sendiri). Sejak semula, dukungan bagi pengembangan vaksin dalam negeri telah mengemuka. Oleh karenanya embargo vaksin tersebut harus menjadi momentum bagi percepatan pengembangan vaksin dalam negeri. Tentu tujuannya adalah agar bangsa ini bisa mandiri dan tidak terus menerus bergantung pada vaksin impor.

Karenanya dibutuhkan dukungan politik kuat dan langkah terobosan penting agar swasembada vaksin bisa kita lakukan. Meski demikian, upaya pemenuhan kebutuhan vaksin secara mandiri tersebut harus beriringan dengan pemenuhan prosedur pembuatan vaksin yang ketat. Ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan rakyat pengguna. Tanpa kedua langkah itu sejumlah kesulitan akan kita hadapi.

100 juta dosis yang tidak pasti jadwal kedatangannya di indonesia berpengaruh pada banyak aspek. Menteri keuangan sri mulyani menyebut vaksinasi menjadi tumpuan penting dalam pemulihan ekonomi negara. Perubahan strategi pengadaan vaksin juga akan berpengaruh pada alokasi anggaran. Pada saat bersamaan, keterlambatan vaksinasi juga menyuiltkan kita meyakinkan sejumlah investor besar untuk segera merealisasikan investasi.

Akses atas vaksin telah menjadi kepentingan semua penduduk bumi. Kebersamaan dan keadilan distribusi menjadi solusi bersama untuk menghentikan pandemi. Kebijakan yang nasionalis- egois semata harus bersama ditepis. (*).


Baca Juga

0  Komentar