Opini Jaksa Usut Kasus Asabri-Jiwasraya, Pengamat: Berdampak Negatif Stabilitas Nasional

Suara Karya   Selasa, 20 April 2021

img

Opini jaksa usut kasus asabri-jiwasraya, pengamat: berdampak negatif stabilitas nasional apalagi kejaksaan hingga saat ini belum menyelesaikan perhitungan kerugian negara sehingga belum di dapat nilai yang pasti dari tim auditor badan pemeriksa keuangan (bpk). Menurut pakar hukum pidana universitas al azhar indonesia, dr suparji ahmad, sh.mh, seyogianya dirdik tidak membuat opini pada proses yang masih prematur. "meski dalam kerangka transparansi, namun jika membuat opini yang salah dikhawatirkan bisa menjadi bumerang bagi institusi kejaksaan. Proses penegakan hukum tidak boleh dibumbui atau dicampur dengan opini," kata suparji di jakarta, selasa (20/4/ 2021).

Dr suparji menyarankan agar kejaksaan dalam memberikan pernyataan harus menjaga objektivitasnya sebagai penegak hukum. Jika serampangan, lanjutnya, maka bisa menimbulkan kegaduhan publik dan konsentrasi bangsa ini dalam memerangi pandemi covid-19. "maka pernyataan penyidik juga harus memperhitungkan dampak negatif terhadap politik, sosial, dan ekonomi. Dan penyidik kejagung tak boleh membekukan rekening efek tanpa memeriksa emiten serta memastikan bahwa rekening tersebut terkait dengan tindak pidananya sebagaimana amanat pasal 39 kuhp," tegas alumni fh undip ini.

Menurut dia, jika tidak ada kaitannya dengan kejahatan, penyidik tidak boleh sembarangan beropini maupun melakukan penyitaan. Sebabnya, proses penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum tak boleh mengganggu sektor perekonomian dan kepercayaan investor terhadap kepemimpinan presiden jokowi. Apalagi di situasi pandemi seperti saat ini, ekonomi negara sudah sangat tertekan. "jadi sebaiknya jangan bikin gaduh dan mengganggu presiden jokowi dalam melawan covid-19 dan memulihkan ekonomi bangsa," tandas suparji.

Senada dengan kolega sesama akademisi, pakar hukum universitas pelita harapan, rizky karo-karo menilai penegak hukum yang menangani kasus asabri maupun jiwasraya, sejatinya dalam melakukan tugas dan kewenangan harus berdasar bukti permulaan yang cukup, minimal terdapat 2 (dua) alat bukti dalam hukum acara pidana. "penegak hukum pun wajib tidak melupakan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) hingga akhirnya terdapat putusan peradilan dari hakim pemeriksa perkara a quo yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," jelasnya. Sementara terkait tudingan kejaksaan soal aliran dana ke bitcoin, kuasa hukum benny tjokro, bob hasan membantahnya. Ia menegaskan bahwa penegak hukum diduga sudah serampangan.


Baca Juga

0  Komentar