Pakar: Bank Garansi tanpa Dasar Hukum Termasuk Korupsi

Koran Tempo   Selasa, 23 Maret 2021

img

Pakar: bank garansi tanpa dasar hukum termasuk korupsi jakarta – pakar hukum menganggap pungutan bank garansi kepada para eksportir benih lobster mengarah pada praktik gratifikasi maupun suap. Pungutan bank garansi itu dilakukan oleh kementerian kelautan dan perikanan sebagai syarat perusahaan diizinkan mengekspor benur. "modus ini sangat canggih, mengelabui seakan-akan ini uang jaminan. Padahal ini bisa jadi uang korupsi," kata peneliti dari pusat kajian antikorupsi (pukat) universitas gadjah mada, zaenur rohman, kemarin.

Zaenur mengatakan pungutan jaminan bank kepada eksportir benih lobster itu merupakan pelanggaran lantaran tidak memiliki dasar hukum. dengan demikian, komisi pemberantasan korupsi tinggal membuktikan adanya niat korupsi dari pembuatan keputusan bank garansi serta membuktikan kesepahaman antara pihak pemberi dan penerima uang tersebut. Menurut zaenur, jika terdapat kesepahaman antara penerima dana bank garansi dan eksportir, pelaku dapat terjerat dengan pasal suap. Tapi, jika tidak ada niat korupsi dari kedua pihak, pejabat pembuat keputusan bisa dikenai pasal gratifikasi. Lalu kpk dapat menggunakan pasal pemerasan atau penggelapan dalam jabatan apabila para eksportir benur itu tidak mengetahui bahwa penempatan uang jaminan itu tak memiliki dasar hukum.

"jika kpk memiliki bukti atas dugaan tersebut, menurut saya, itu sudah masuk kategori state capture , ketika negara digunakan untuk memperkaya diri sendiri," ujarnya. Juru bicara kpk, ali fikri, memberikan keterangan kepada awak media terkait penyitaan uang hasil korupsi ekspor benur, di gedung komisi pemberantasan korupsi, jakarta, 15 maret 2021. Tempo/imam sukamto senin pekan lalu, kpk menyita uang yang tersimpan dalam bank garansi sebesar rp 52,3 miliar. Jaminan bank itu disetor oleh puluhan eksportir benih lobster.

Penyitaan dilakukan karena kpk menduga uang bank garansi itu terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster. Mantan menteri kelautan dan perikanan, edhy prabowo; dan lima anak buahnya menjadi tersangka kasus suap ini. Juru bicara kpk, ali fikri, mengatakan keputusan menarik pungutan bank garansi diduga atas perintah edhy prabowo kepada sekretaris jenderal kementerian kelautan dan perikanan, antam novambar. Dengan demikian, kpk hendak meminta konfirmasi soal tersebut kepada antam.

Namun mantan wakil kepala badan reserse kriminal polri itu tidak memenuhi panggilan kpk sebagai saksi, rabu pekan lalu. Antam tidak hadir dengan alasan tengah mengadakan kegiatan dinas luar kota. Sumber tempo menceritakan antam menyikapi perintah edhy prabowo itu dengan membuat nota dinas kepada kepala badan karantina ikan, pengendalian mutu, dan keamanan hasil perikanan (bkipm), rina, pada 1 juli 2020. Dalam nota dinas itu, antam menyarankan agar eksportir menerbitkan jaminan bank.

Pada hari yang sama, rina menindaklanjuti nota dinas itu dengan bersurat kepada kepala balai kipm medan 1, jakarta 1, surabaya 1, makassar, denpasar, dan mataram. Dalam suratnya, rina memerintahkan agar kepala balai selaku kuasa pengguna anggaran menandatangani surat komitmen eksportir untuk menyertakan bank garansi. Kepala balai besar kipm jakarta, habrin yake, menyikapi perintah rina dengan menandatangani komitmen eksportir benur menyetor jaminan bank. Dana bank garansi disetor di muka sebelum perusahaan diizinkan mengekspor benur.

Berbeda dengan antam, rina dan habrin sudah diperiksa oleh kpk soal ini. Mantan menteri kelautan dan perikanan, edhy prabowo, setelah menjalani pemeriksaan di gedung komisi pemberantasan korupsi, jakarta, 18 maret 2021. Tempo/imam sukamto pengajar hukum keuangan negara dari fakultas hukum universitas bengkulu, beni kurnia illahi, berpendapat penggunaan bank garansi sebagai ganti penerimaan negara bukan pajak (pnbp) ekspor benur merupakan keputusan keliru. Sebab, dalam undang-undang perbankan, bank garansi hanya bisa diterbitkan dalam lingkup transaksi privat.

Sedangkan seluruh urusan penerimaan negara harus mengacu pada anggaran pendapatan dan belanja negara. "tidak ada dasar hukum yang membolehkan pemerintah membuat sebuah bank garansi dari suatu kebijakan karena pengelolaan bank garansi tidak masuk anggaran negara," kata beni. Ia mengatakan pembuat keputusan keliru tersebut dapat dikenai pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi karena pejabat pemerintahan telah menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Beni menganggap kebijakan tersebut merupakan bentuk penyelundupan hukum yang dilakukan pejabat pemerintahan.

Senada dengan beni, pakar hukum keuangan negara dari universitas indonesia, dian puji simatupang, mengemukakan pungutan bank garansi tidak bisa dilakukan tanpa dasar hukum. Sebab, kebijakan bank garansi biasanya mensyaratkan pembukaan rekening atas nama pemerintah melalui izin kementerian keuangan. Dian mengingatkan bahwa model setoran di luar mekanisme keuangan negara ini pernah digunakan di era menteri kelautan rokhmin dahuri pada 2002-2005. Lalu rokhmin dipidana atas rasuah dana nonbujeter tersebut.

"jadi, semua harus prosedural dan dasar hukum tertulis dulu," kata dian. Inspektur jenderal kementerian kelautan, muhammad yusuf, membenarkan penarikan bank garansi itu memang belum memiliki dasar hukum. Ia berdalih bahwa kementerian kelautan dan perikanan sudah berusaha membuat aturan dengan meminta kementerian keuangan menerbitkan peraturan menteri keuangan tentang penarikan pnpb ekspor benur pada 15 april 2020. Tapi kementerian keuangan menolaknya dan meminta dimasukkan dalam revisi peraturan pemerintah (pp) nomor 75 tahun 2015 tentang jenis dan tarif pnbp di kementerian kelautan.

Lalu, kata yusuf, lembaganya bersurat lagi ke kementerian keuangan, bulan berikutnya. Dalam suratnya, menteri edhy prabowo meminta agar memasukkan usul tarif pnbp benih lobster ke dalam revisi pp 75 tahun 2015. Edhy juga meminta agar aturan itu berlaku surut. Yusuf mengatakan keputusan pembuatan bank garansi tersebut bertujuan mengamankan hak negara dalam urusan ekspor benur agar tidak hilang.


Baca Juga

0  Komentar