RUU Sektor Keuangan Bisa Ancam Independensi BI dan OJK

Medcom   Selasa, 30 Maret 2021

img

Ruu sektor keuangan bisa ancam independensi bi dan ojk jakarta: pemerintah telah menyelesaikan draf rancangan undang-undang (ruu) pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau ruu sektor keuangan. Dalam ruu tersebut, menteri keuangan bisa ikut terlibat dalam penunjukan dewan pengawas untuk bank indonesia (bi) dan otoritas jasa keuangan (ojk). Direktur riset center of reform on economics (core) indonesia piter abdullah mengungkapkan bahwa badan supervisi untuk bi dan ojk sebaiknya tetap berada di bawah dpr. Tujuannya untuk menghindari kesan dan praktek intervensi dari pemerintah terhadap independensi kedua lembaga ini.

"badan supervisi jangan sampai berada dibawah kementerian keuangan atau pemerintah. Kalau hal ini terjadi, independensi dari setiap lembaga akan menjadi sensitif," kata dia dalam webinar ruu sektor keuangan: sistem keuangan mau dibawa ke mana? di jakarta, selasa, 30 maret 2021. Saat ini sudah ada lembaga yang mengawasi bi yakni badan supervisi bank indonesia (bsbi), sedangkan untuk ojk belum ada. Peran utama bsbi adalah membantu dpr dalam mengawasi serta memberikan masukan kebijakan bagi bi untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi serta kredibilitas.

Piter menambahkan, independensi lembaga seperti bank sentral dan ojk ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri. Untuk itu, ia menyebut, segala kesan dan upaya intervensi pemerintah terhadap independensi lembaga keuangan ini seharusnya bisa diminimalisir. "saya setuju, bahwa peran dan independensi di setiap lembaga tersebut harus diperkuat. Saya kira penguatan pengawasan tidak berarti harus berada di bawah kementerian keuangan, bisa melalui cara lain yang mampu menguatkan independensi," ungkap dia.

Senada, anggota komisi xi dpr ri mukhamad misbakhun menilai, adanya campur tangan pemerintah dalam penunjukkan anggota dewan pengawas dikhawatirkan dapat mengganggu independensi bi dan ojk dalam menjalankan tugasnya. Terutama saat kedua lembaga ini menelurkan sebuah kebijakan. "masalahnya bagaimana dengan independensi, ini yang menjadi pertanyaannya. Karena apa, independensi inilah yang menjadi kunci kepercayaan dunia internasional terhadap salah satu negara," ujar ucap misbakhun.

Misbakhun memandang, urgensi pembentukan ruu sektor keuangan tidak mendesak, terlebih indonesia masih menghadapi pandemi covid-19. Menurutnya, ruang koordinasi antar lembaga pengawas masih bisa ditangani oleh komite stabilitas sistem keuangan (kssk) dan tidak perlu mengubah susunan pengawasan. "apa yang kurang dari kssk? apa kssk ada problem kepemimpinan? makanya tadi saya sampaikan, masalahnya diselesaikan dengan leadership. Ini yang harus menjadi pemahaman kita, jangan sampai kita ingin tiba-tiba ada masalah dan undang-undangnya diubah seakan-akan itu masalahnya permanen dan kekuasaan (moneter) diambil," tegasnya.

Menurut misbakhun, apabila kekuasaan pengaturan moneter maupun fiskal menumpuk di satu titik maka kinerja pemerintah dikhawatirkan menjadi semakin tidak efisien. Apalagi pemerintah telah memiliki kssk yang semua perannya sudah dipegang oleh masing-masing regulator baik fiskal maupun moneter. Ekonom senior institute for development of economics and finance (indef) aviliani berpendapat, selain bi dan ojk, lembaga independen seperti lembaga penjamin simpanan (lps) perlu memiliki peran lebih. Tujuannya adalah agar bisa mengantisipasi permasalahan lembaga keuangan di masa krisis.

Apalagi, ia melihat secara historis rentang waktu terjadinya krisis semakin lama semakin pendek. Oleh karena itu, sektor keuangan harus memiliki kebijakan yang mampu mengantisipasi krisis itu terjadi. Namun, lps hanya diperbolehkan melakukan penanganan setelah bank dinyatakan gagal. "pengalaman kemarin banyak investor mau ambil bank, tapi maunya yang good asset.


Baca Juga

0  Komentar