Waspadai Bahaya Laten Tionghoa Chauvinis

Repelita - Berita   Rabu, 28 April 2021

img

Waspadai bahaya laten tionghoa chauvinis chauvinisme etnis adalah rasa cinta etnis yang berlebihan, dengan mengagungkan (superiority) etnis sendiri, sekaligus merendahkan suku/etnis lainnya. Begitu kuatnya kecintaan dan rasa superiority sehingga hanya kepentingan etnis tionghoa menjadi prioritas diatas segalanya, termasuk kepentingan nasional. Berseminya sikap ekslusifme yang cenderung beraroma separatis; terasa semangat memisahkan diri dari prinsip-prinsip kesatuan berbangsa dan bernegara indonesia, menjadi bangsa “cina perantauan” (hoakiau/overseas chinese). Hal ini juga bisa dilihat dari bagaimana beberapa konglomerat menyumbang besar untuk kegiatan-kegiatan di luar negeri, tapi bukan untuk negara sendiri.

Jeritan “diskriminasi” merupakan “ethnic creed”, yang dari waktu ke waktu suka dilontarkan sebagai senjata mutakhir dan berharap semua orang langsung mengkeret ketakutan atas tuduhan diskriminasi atau rasialis. Otokritik terhadap etnis sendiri pun dianggap tabu; langsung dicap sebagai penjahat diskriminatif, rasialis dan anti-cina. Bersamaan dengan semangat chauvinisme cina juga muncul gerakan sistimatis yang memutar balikan fakta sejarah. Kampanye romantisme terhadap eksistensi baperki bahkan kadang juga pembenaran terhadap pki, pembusukan terhadap orde baru dan dramatisasi nasib etnis cina yang didzolimi selama 32 tahun.

Apakah fenomena ini sekedar evoria kebablasan ataukah ada maksud-maksud tujuan tertentu dibalik ini semua? awalnya, secara sepintas nampak etnis cina sedang mabuk kepayang dalam evoria reformasi. Namun kalau diperhatikan dengan seksama, maka nampak adanya gerakan yang sangat sistimatis; terpola, terarah dan terencana dalam menciptakan opini dan persepsi publik, melakukan pressuring dan menyusun bargaining posisi terhadap pemerintah dan kekuatan-kekuatan politik formal maupun non-formal. Apakah ada maksud dan tujuan gerakan chauvinisme cina? setiap gerakan atau aksi perjuangan memiliki maksud dan tujuannya. Mirip seperti pada jaman perang salib (crusaders), maka dogma para pejuang elite cina adalah: gold (konsesi, aset, keuntungan, harta), gospel (diskriminasi, ham dan demokrasi) and glory (kejayaan menguasai eko-sos-pol).

Siapakah dibelakang gerakan chauvinisme cina atau sinocentrism ini? adalah sebagian elite komunitas tionghoa yang menggerakan dan mendanai para aktivitas chauvinis etnis, melalui berbagai diskusi-seminar, penerbitan buku, propaganda melalui berbagai media cetak-electronic dan khususnya melalui jejaring internet. Karena merekalah yang akan mendulang hasilnya, dalam menguasai bidang ekonomi, politik dan status sosial. Apakah ada “polical cost” yang muncul dari gerakan tionghoa chauvinis ini? jejak rekam sejarah mencatat bahwa adanya siklus konflik sosial yang selalu berulang. Dimasa kejayaan etnis cina, yang dibarengi dengan kesejangan sosial-ekonomi yang begitu kuat, tidak adanya kepedulian sosial dan ulah perilaku segelintir etnis tionghoa yang merugikan kepentingan nasional, maka terjadilah peristiwa-peristiwa kerusuhan rasial.

Siapakah yang menanggung “political cost” tersebut? jejak rekam sejarah juga mencatat bahwa yang selalu menjadi bulan-bulanan korban politik dan menjadi target pada setiap kerusuhan rasial adalah etnis cina dari kalangan menengah dan bawah, mereka lah yang menanggung “political cost” dari ulah segelintir pengkhianat bangsa. Bagaimana tanggung jawab dari para elit cina chauvinis? mereka lebih dulu mengungsi aman dan nyaman diluar negeri, tapi mereka juga paling lantang menjerit-jerit soal pelanggaran ham, rasial diskriminasi, melakukan pressure terhadap pemerintah dengan bantuan lsm luar negeri. Setelah situasi-kondisi didalam negeri kondusif, mereka pulang kembali …. Business as usual ….

Pada akhir 1993, mantan pm. Singapore lee kuan yew pernah menulis artikel di new york times, “the loyalty of overseas chinese belongs overseas”. Judul artikel ini sendiri sebenarnya bermakna ganda, tergantung dimana pembaca memposisikan dirinya. Diposisi didalam negeri kita, maka dapat ditafsirkan bahwa: “loyalitas cina perantauan berada diseberang lautan”.

Memang luar biasa visi dr lee kuan yew yang bisa “meramalkan” sikap-perilaku cina perantauan 15 tahun kedepan. Diakhir tulisannya beliau mengatakan: quote: at the same time, overseas ethnic chinese have to guard against chinese chauvinism as they become successful. This is even more important as china becomes prosperous and strong. For china’s success can generate fears that it will dominate the region, especially if it is seen to be a competitor for investments rather than a partner in regional prosperity.

We are ethnic chinese. We share certain characteristics through common ancestry and culture. We can build up trust and rapport easily between ourselves. But we must be honest and recognize that at the end of the day our fundamental loyalties are to our home country, not to china.

To think otherwise and believe that we have more in common with one another and with the country of our ancestors than we do with our fellow citizens in our respective new homes is unrealistic. It will lead to grief when our interests fail to coincide. It will also cause misunderstanding and friction with our fellow citizens who are not ethnic chinese, even in countries where ethnic chinese form the majority community, as in singapore.—end quote. Mari kita hadang dan bongkar kedok oknum-oknum tionghoa chauvinis, demi menyelamatkan kalangan etnis tionghoa, bangsa dan negara.


Baca Juga

0  Komentar