Sehat di Lingkungan Kantor

Koran Tempo   Sabtu, 1 Mei 2021

img

Sehat di lingkungan kantor setyowati, 45 tahun, seorang karyawan swasta di tangerang, merasa cukup beruntung ruangan kantornya mempunyai sirkulasi udara yang baik. Hanya, di bagian lain di ruang yang berbeda, sirkulasi udaranya kurang bagus. Ia masih sering merasa khawatir ketika masuk kantor. Meski kantornya menerapkan kebijakan kerja dari rumah 50 persen, ternyata masih banyak yang sering masuk kantor ketimbang bekerja di rumah.

Kekhawatiran setyowati itu sangat beralasan. Beberapa karyawan dan temannya pernah terinfeksi corona meski kini sudah sembuh. “tetap khawatir, ya. Banyak teman yang kena.

Padahal protokol kesehatan di kantor juga diterapkan. Di kantor juga ada gugus tugasnya,” kata setyowati kepada tempo , rabu, 28 april 2021. Kekhawatiran itu bisa jadi sama dengan kekhawatiran banyak karyawan di berbagai perusahaan yang mulai menerapkan kebijakan masuk kantor secara penuh. Padahal kebijakan pemerintah masih melarang karyawan masuk kantor hingga 100 persen.

Beberapa hari lalu, pemerintah dki jakarta merilis data yang menyebutkan jumlah kasus covid-19 meningkat signifikan. Tercatat 425 kasus ditemukan di 177 kantor pada periode 12-18 april 2021. Angka tersebut naik hampir tiga kali lipat dibanding pada periode 5-11 april 2021 yang hanya mencatatkan 157 kasus di 78 perkantoran. Mereka yang terinfeksi ini juga banyak yang sudah mendapat vaksinasi.

Data ini membuat ikatan dokter indonesia (idi) khawatir. Terlebih, saat ini sudah muncul mutasi virus yang lebih ganas. Berbeda dengan setahun lalu, kini tak mudah meminta kembali kebijakan bekerja dari rumah secara penuh. Karena itu, menurut dr adib khumaidi, spot, ketua tim mitigasi dokter pb idi, diperlukan adaptasi baru terhadap lingkungan kerja.

Bukan hanya protokol kesehatan, kesiapan ruang serta gedung yang memungkinkan orang tetap beraktivitas dengan aman dan nyaman juga diperlukan. “tidak hanya kepatuhan protokol, tapi juga desain ulang atau membangun ulang ruang atau gedung kerja, atau mungkin rumah,” ujar adib dalam webinar pada selasa, 27 april 2021. Menurut adib, melonjaknya jumlah kluster perkantoran terjadi karena berbagai sebab, seperti ruang yang padat, sirkulasi udara tidak sehat, karyawan berdesakan di transportasi umum, banyak berkumpul untuk berbuka puasa bersama, proses vaksin yang belum menyeluruh, dan karyawan hanya mematuhi protokol kesehatan saat berada di kantor. Adib mengatakan perlunya regulasi pemerintah untuk tata kelola ruang yang lebih sehat sebagai upaya adaptasi kebiasaan baru pada masa pandemi.

“kami mendorong pemerintah dan pemimpin perusahaan membuat regulasi tata kelola ruang sehingga ada proses pengawasan yang dilakukan,” ujar ketua pb idi terpilih ini. Regulasi ini melibatkan satgas covid di daerah dan dengan asesmen lebih dulu oleh tim pengawasan. Taman di gedung kementerian pekerjaan umum (pu), jakarta. Dok tempo/aditia noviansyah selain itu, kata dia, harus ada sop dan tata kelola ruang yang disosialisasi secara masif, bukan hanya protokol 5m (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi).

Di perkantoran, pengelola gedung atau pemimpin harus bertindak tegas untuk membatasi atau meniadakan ruang-ruang yang berpotensi membuat paparan infeksi, seperti ruang makan bersama. Jika ruang makan bersama ini tetap ada, harus memenuhi tata kelola ruang dengan desain yang aman dari paparan virus c orona. Ketua tim pedoman dan protokol dari tim mitigasi pb idi, dr dr eka ginanjar, sppd-kkv, mars, mengatakan orientasi kebijakan jangan hanya pada ekonomi, penanganan, dan perawatan, tapi juga pada testing dan tracing. Tata perilaku yang perlu diterapkan, sesuai dengan referensi dari national institute for occupational safety and health, adalah vaksinasi, 3t ( testing , tracing , dan treatment ), v-d-j-s (ventilasi-durasi-jarak-sirkulasi) untuk mengisolasi orang-orang dari sumber bahaya, 5m, serta penggunaan apd bagi pekerja yang disesuaikan dengan risikonya.

Ruang terbuka hijau dengan tempat duduk berpenanda di gedung sequis center di jakarta, 29 april 2021. Tempo/nurdiansah arsitek dan ahli rancang kota, sigit kusumawijaya, mengatakan bangunan hijau atau ramah lingkungan mempunyai korelasi signifikan dalam mendukung era normal baru pada masa pandemi. Gedung kantor atau rumah yang ramah lingkungan dapat membantu mengurangi tingkat penyebaran dan penularan penyakit sekaligus memberikan kenyamanan dan mengurangi stres penghuninya. “walaupun hampir keseluruhan waktu penghuninya berada di dalam ruangan, mereka akan tetap dapat merasakan berintensitas dekat dengan alam dan sekitar.” untuk gedung yang sudah ada, pengelola bisa mengatur area pengunjung dan karyawan, tempat duduk karyawan yang tidak berhadapan, juga mengatur ulang ruang pertemuan.

Jika gedung bermaterial kaca menggantungkan pada pengatur udara, perlu ditambahkan kisi-kisi dengan kanopi atau topi-topi untuk meredam panas serta menggunakan penyejuk udara yang bersertifikat ramah lingkungan. Gedung atau rumah konsep hijau untuk mengantisipasi penyebaran covid-19 harus memperhatikan : - sirkulasi udara untuk membuang udara yang mengandung unsur-unsur toksik yang berbahaya bagi kesehatan pernapasan. - pengkondisian udara yang menjamin kenyamanan, kesehatan, dan hemat energi. - material organik, non-porous , dan non-asbestos , mudah dibersihkan, dirawat, mengurangi virus dan bakteri, serta tidak mengganggu kesehatan paru-paru.

- inovasi smart home untuk keamanan, kenyamanan, penggunaan energi untuk memurnikan udara, dan penghematan energi listrik. - kenyamanan spasial ruang, luas bangunan layak huni untuk kesehatan psikologis dan ruang yang adaptif untuk isolasi mandiri, sanitasi, serta belajar atau bekerja daring. - konservasi air, menjaga kualitas air tanah, dan menyerapnya. - pencahayaan alami serta meningkatkan keterikatan dan hubungan penghuni dengan alam yang baik untuk kesehatan fisik dan psikologis penghuninya.


Baca Juga

0  Komentar